Ditjen Badilag Fasilitasi Dialog Yudisial MARI-FCFCOA Dengan Tema “Praktik Baik Perlindungan Hak Perempuan Dan Anak Dalam Putusan Perceraian di Peradilan Agama”
Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) dengan Federal Circuit dan Family Court Of Australia (FC&FCOA), AIPJ2 dan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama menggelar kegiatan dialog yudisial online untuk bertukar pengetahuan dengan mengangkat tema “Praktik Baik Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Putusan Perceraian di Peradilan Agama”. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Jumat, 23 Februari 2024 di Ruang Command Center Badilag Lantai 6 Gedung Sekretariat Mahkamah Agung RI. Peserta dialog adalah Ketua, Wakil Ketua, Panitera dan Sekretaris pada Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama serta seluruh Pejabat Eselon II dan III di lingkungan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.
Hadir sebagai narasumber yaitu YM. Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. (Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia), The Hon. Judge Patrizia Mercuri (Deputy Chief Judge FCFCOA), Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. (Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama), Dr. H. Suhartono, S.Ag., S.H., M.H. (Ketua Pengadilan Agama Surabaya), The Hon. Justice Suzzane Christie (FCFCOA), dan kegiatan ini dimoderatori oleh Dr. M. Natsir Asnawi, S.H.I., M.H. saat ini beliau sebagai Hakim Yustial pada Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan.
Dialog Yudisial Online ini diawali oleh sambutan oleh Plt. Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Drs. Arief Hidayat, S.H., M.M. dimana dalam sambutannya beliau menyampaikan terima kasih kepada MARI-FCFCOA yang telah berinisiasi menggelar dialog ini dan berharap dialog ini dapat menjadi media pertukaran pengetahuan yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh seluruh peserta kegiatan. Beliau juga menyampaikan bahwa sejak Tahun 2021 Ditjen Badilag telah menerbitkan Surat Keputusan No. 1959 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Ringkasan Kebijakan (Policy Brief) Jaminan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian dimana didalamnya terdapat 5 (lima) isu penting diantaranya:
-
Aksesibilitas Informasi yang cukup bagi perempuan yang akan mengajukan perkara perceraian di Pengadilan Agama
-
Tersedianya blanko gugatan yang memungkinkan perempuan dapat sekaligus mengajukan tuntutan terkait dengan akibat-akibat perceraian
-
Perspektif Hakim dalam menerapkan asas hakim aktif dan hakim pasif dalam penanganan perkara perceraian
-
Metode penentuan akibat-akibat perceraian yang sesuai dengan konteks perkara
-
Pelaksanaan putusan (eksekusi) yang sederhana sehingga memungkinkan perempuan dan anak menerima haknya dengan segera.
Ditjen Badilag juga telah melakukan beberapa upaya lain diantaranya menerbitkan brosur dan penyediaannya di seluruh satuan kerja pengadilan terkait informasi perlindungan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian, penyediaan template dalam aplikasi gugatan mandiri yang memuat kemudahan untuk perlindungan hak-hak perempuan dan anak, dan upaya yang tidak kalah penting lainnya adalah mendorong kerjasama antara pengadilan agama dengan pemerintah setempat dalam hal jaminan perlindungan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian, langkah ini telah berjalan dibeberapa pengadilan agama diseluruh Indonesia.
Sementara pada sesi penyampaian materi oleh The Hon.Judge Patrizia Mercuri (Deputy Chief Judge FCFCOA) beliau menyampaikan perasaan senangnya dapat berdialog dengan Mahkamah Agung dan Ditjen Badilag serta seluruh pimpinan pengadilan di seluruh Indonesia dan beliau menganggap dialog ini sangat penting guna bertukar informasi terkait perkembangan peradilan baik di Australia maupun di Indonesia. Sementara itu pada sesi penyampaian materi oleh YM. Prof. Amran Suadi, beliau menyampaikan bahwa Mahkamah Agung menaruh perhatian khusus terkait perceraian yang melibatkan perempuan dan anak, dan ini merupakan peran sentral peradilan agama sebagai kelembagaan dan hakim pada peradilan agama sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dalam melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak melalui putusan. Hakim harus mampu melindungi hak perempuan, memberikan rasa aman bagi para pihak termasuk perempuan dan mewujudkan kesetaraan gender, dan memastikan putusan hakim dapat menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Beliau juga menyampaikan pentingnya MoU pengadilan dengan pemerintah setempat dan berharap MoU tersebut dapat dijalankan karena merupakan suatu terobosan hukum yang dilakukan lembaga peradilan.
Pada Sesi penyampaian oleh Dr. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. beliau menyampaikan terkait upaya yang ditempuh Ditjen Badilag dalam implementasi perlindungan hak perempuan dan anak yang merupakan upaya langsung diantaranya Ketua Kamar Agama bersama YM Hakim Agung merumuskan aturan melalui sidang rapat pleno kamar yang kemudian hasilnya dirapatkan melalui rapat pimpinan Mahkamah Agung yang selanjutnya jika disetujui hasilnya akan ditetapkan dan diberlakukan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung untuk dipedomani oleh seluruh hakim. Selain itu, Pemberian jaminan Perlindungan Hukum senantiasa diberikan oleh putusan-putusan yang berkualitas yang nantinya menjadi yurisprudensi. Sedangkan upaya tidak langsung diantaranya Ditjen Badilag melalui surat edaran yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah kabupaten/kota tentang optimalisasi layanan yang mendukung para pencari keadilan, khususnya bagi kelompok seperti perempuan, disabilitas, dan anak dalam memperoleh keadilan secara cepat, sederhana dan biaya ringan.
Sedangkan pada saat penyampaian materi dari Dr. H. Suhartono, S.Ag., S.H., M.H. (Ketua Pengadilan Agama Surabaya) beliau menyampaikan pengalamannya terkait penanganan perkara yang melibatkan Perempuan dan anak diantaranya dengan melakukan kolaborasi dengan pemerintah setempat agar putusan di wilayah surabaya bisa diamankan dan melakukan langkah-langkah inovatif antara lain:
-
Melakukan perbaikan template gugatan mandiri
-
Mengoptimalkan para mediator
-
Komitmen para hakim dalam menggunakan hak ex officio nya
-
Kontrol yang melekat terhadap kinerja para hakim dalam menggunakan hak ex officionya
Dan pada sesi penyampaian oleh narasumber terakhir yaitu The Hon. Justice Suzanne Christie (FCFCOA) beliau menyampaikan terkesannya beliau dengan komitmen para narasumber dan banyak hal yang luar biasa yang telah dilakukan juga skema monitoring yang dilakukan pada PA Surabaya. Beliau juga salut dengan sistem yang ada di Indonesia dan beliau juga sependapat terkait perceraian tidak harus cepat-cepat dalam memutuskan, di Australia waktu paling sedikit 1 bulan karena kasus yang rumit dan pertimbangan lainnya.
Di Australia Pihak pengadilan bekerjasama dengan badan yang lain, dimana ada satu badan yang membantu pengadilan atau hakim tekait tunjangan yang perlu dibayar ayah atau suami, ketika mereka bercerai mereka tetap mempunyai kewajiban membiayai anaknya sebagai penjaminan. CSA (Child Support Agency) bekerjasama dengan kantor pajak sudah mengetahui identitas pribadi nama, NIK dan lainnya sehingga CSA dapat memotong gaji orang tua (Suami) yang bercerai dan mereka tetap wajib memberikan tunjangan ke anak. Dalam hal ini beban negara akan berkurang, anakpun diharapkan masih mempunyai hubungan yang erat dengan ayahnya, karena tunjangan tersebut benar-benar dipastikan untuk kesejahteraan anak. (H2o)