logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 12171

 

Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Drs. H. Purwosusilo, S.H., M.H menampik pendapat sebagian kalangan yang menyebut peradilan agama tidak siap menangani sengketa ekonomi syariah.

“Itu hanya asumsi tanpa bukti,” kata Purwosusilo, ketika diwawancarai pada 9 Desember 2013.

Berikut ini wawancara selengkapnya, sebagaimana pernah dimuat di Majalah “Peradilan Agama” edisi Desember 2013:

Bagaimana Bapak melihat perkembangan ekonomi syariah terkini dan bagaimana potensi sengketanya?

Saya sependapat dengan apa yang disampaikan Dr. Adiwarman Karim dalam diskusi di Badilag kemarin. Ekonomi syariah di Indonesia berkembang luar biasa pesat. Bahkan Indonesia merupakan the biggest islamic retail banking. Nah, seiring dengan pesatnya perkembangan itu, saya yakin sengketa ekonomi syariah juga akan semakin banyak. Sengketa-sengketa itu nanti diselesaikan di peradilan agama. Karena itu kita harus siap.

Konkritnya, seperti apa kesiapan peradilan agama?

Begini. Sebelum ada UU 3/2006, sebetulnya kita sudah punya bagian yang mengurusi masalah syariah. Namanya Subdit Syariah. Itu di bawah Direktorat Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Agama. Selama ini Subdit Syariah lebih berkonsentrasi ke bidang hisab rukyat. Sekarang tidak hanya itu. Subdit Syariah juga berkonsentrasi ke bidang ekonomi syariah, yaitu menghimpun data dan mengolahnya untuk dijadikan bahan pengambilan kebijakan.

Selain Subdit Syariah, kita juga punya Subdit Pengembangan Tenaga Teknis yang ada di bawah Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama. Subdit inilah yang berupaya meningkatkan kualitas para hakim peradilan agama, khususnya di bidang ekonomi syariah.

Itu tadi dari segi kelembagaan. Bagaimana dari segi lainnya?

Kita punya modal dasar berupa kepercayaan dan kepuasan pencari keadilan. Salah satunya, ini berkat integritas yang kita miliki.

Buktinya adalah minimnya putusan pengadilan agama yang diajukan banding, kasasi dan peninjauan kembali. Rata-rata, tiap tahun perkara di tingkat banding yang ditangani 29 PTA/MS Aceh tidak sampai satu persen dari total perkara yang ditangani 359 PA/MS.

Saya ambil contoh tahun 2012. Secara nasional, jumlah perkara yang ditangani PA/MS sepanjang tahun 2012 berjumlah 476.961. Sementara perkara di tingkat banding yang ditangani PTA/MS Aceh hanya berjumlah 2.533. Jumlah perkara di tingkat kasasi dan peninjuan kembali lebih kecil lagi.

Itu artinya masyarakat sangat puas dengan putusan-putusan yang dihasilkan pengadilan agama. Karena itu, jika perkara ekonomi syariah diajukan ke pengadilan agama, saya yakin masyarakat juga akan puas terhadap putusan yang dihasilkan pengadilan agama.

Ok. Bagaimana dengan kesiapan SDM? Apa strategi yang ditempuh Badilag?

Kesiapan SDM ini memang yang paling penting. Kami amat serius mempersiapkannya sejak lama, melalui pelatihan, kursus maupun sertifikasi, baik di dalam maupun di luar negeri.

Sampai saat ini, sudah ada 380 hakim peradilan agama yang punya sertifikat untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Sertifikat itu dikeluarkan oleh Balitbangdiklatkumdil MA. Rinciannya: tahun 2009 ada 80 orang, tahun 2010 ada 99 orang, tahun 2011 ada 50 orang, 2012 ada 40 orang, dan tahun 2013 ada 100 orang.

Di samping itu, belum lama ini Badilag menyelenggarakan Training of Trainer (ToT) yang diikuti 30 hakim, baik dari tingkat pertama maupun banding. Merekalah yang nanti kami harapkan dapat menjadi trainer pada pelatihan ekonomi syariah di daerah.

Ada juga pelatihan yang diselenggarakan Komisi Yudisial (KY). Pada Februari 2013 lalu KY menyelenggarakan pelatihan ekonomi syariah yang diikuti 54 hakim peradilan agama di wilayah Jawa Barat.

Kita juga mengadakan pelatihan di luar negeri. Misalnya di Riyadh, Arab Saudi, yang sudah kita selenggarakan dua kali. Pelatihan pertama pada antara Desember 2008 hingga Januari 2009 yang melibatkan 38 hakim. Pelatihan kedua pada Mei-Juni 2012 yang melibatkan 40 hakim.

Kita juga pernah mengirim tujuh hakim ke Sudan untuk mempelajari ekonomi syariah. Baru-baru ini kita mengirim lagi tiga hakim untuk menempuh studi S-3 bidang ekonomi syariah di Sudan.

Selain itu, ada juga 20 orang yang pernah mengikuti pelatihan ekonomi syariah di Inggris. Tahun depan kita kirim lagi 10 orang ke Inggris. Biayanya dari Badilag.

Apakah program peningkatan kapasitas SDM di bidang ekonomi syariah itu terus dilanjutkan tahun depan?

Tentu saja. Bahkan jumlah hakim peradilan agama yang ikut pelatihan dan sertifikasi ekonomi syariah akan semakin banyak.

Dalam hal penyelenggaraan bimbingan teknis, pada tahun 2014 nanti Badilag akan lebih fokus ke penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Kalau tahun-tahun sebelumnya kan lebih fokus ke hukum acara.

Tahun 2014 nanti, dari delapan bimtek, lima di antaranya akan kita pakai untuk bimtek ekonomi syariah. Jika tiap bimtek diikuti 30 hakim, maka dalam setahun ada 150 hakim yang pernah ikut pelatihan ekonomi syariah.

Kita akan upayakan agar mereka sekaligus mendapat sertifikat. Kita koordinasikan ini dengan Balitbangdiklat. Sebab, Balitbangdiklat akan cukup kewalahan kalau harus melatih sebegitu banyak hakim dalam waktu setahun.

Tapi, meskipun Badilag menyelenggarakan bimtek ekonomi syariah, Balitbangdiklat juga akan tetap menyelenggarakan pelatihan ekonomi syariah untuk hakim-hakim peradilan agama. Informasi yang saya peroleh, pada tahun 2014 nanti Balitbandiklat akan mendidik 250 orang untuk sertifikasi hakim ekonomi syariah.

Di samping itu, kita di Badilag juga mendorong agar PTA-PTA menyelenggarakan bimtek ekonomi syariah minimal sekali pada tahun 2014. Kalau satu bimtek diikuti 30 orang dan di seluruh Indonesia ada 29 PTA, maka pada akhir tahun 2014 ada 870 hakim bisa ikut bimtek ekonomi syariah yang diselenggarakan PTA-PTA itu.

Jadi, dalam hitungan saya, pada tahun 2014 nanti kita akan mendapatkan sekitar 1400 hakim yang ikut pelatihan dan sertifikasi ekonomi syariah. Ditambah dengan tahun 2013 yang jumlahnya mencapai 400 orang, maka pada akhir 2014 kita punya 1800 hakim yang siap menangani sengketa ekonomi syariah. Jumlah itu lebih dari separuh hakim peradilan agama yang sekarang berjumlah sekitar 3000 orang. Itu luar biasa!

Belum lagi, saat ini ada banyak hakim peradilan agama yang telah dan sedang menempuh pendidikan S-2 dan S-3. Sebagian di antaranya mengambil konsentrasi ekonomi syariah.

Dari 3.080 orang, hakim tingkat pertama yang sudah lulus S-2 berjumlah 1278 orang. Sedangkan yang lulus S-3 berjumlah 20 orang.

Kalau hakim tingkat banding, dari 553 orang, yang sudah lulus S-2 berjumlah 338 orang. Sedangkan yang sudah lulus S-3 berjumlah 15 orang.

Sementara enam hakim agung di Kamar Agama MA seluruhnya sudah bergelar Doktor.

Itu yang sudah lulus. Hakim peradilan agama yang masih menempuh pendidikan S-3 sekarang ratusan orang.

Kembali ke pelatihan ekonomi syariah. Bagaimana sih silabusnya? Dan, siapa saja yang jadi narasumber?

Agar hasilnya optimal, silabus yang kita susun ya harus komprehensif. Kalau dirinci, materi yang diajarkan dalam pelatihan ekonomi syariah yang kita selenggarakan adalah kebijakan MA dalam perkara ekonomi syariah, kapita selekta hukum ekonomi syariah, kelembagaan bank syariah dan unit usaha syariah, pengawasan perbankan syariah, produk perbankan syariah, islamic financial transaction, pasar modal syariah, asuransi dan reasuransi syariah, lembaga keuangan mikro  syariah, gadai syariah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), dan tentu saja penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

Silabus tersebut tentu akan terus kita sempurnakan. Kita juga berusaha untuk menambah durasi pelatihan, agar hasilnya lebih maksimal.

Kalau soal narasumber, kita sangat selektif. Kita upayakan agar yang jadi pemateri adalah orang yang betul-betul ahli di bidangnya. Kebanyakan mereka adalah praktisi, misalnya dari BI, perbankan syariah dan DSN MUI.

Pelatihan tidak hanya dilakukan dengan metode ceramah, tapi lebih banyak tanya-jawab dan simulasi.

Ada usul supaya Badilag menyeleksi dulu siapa saja hakim yang dapat ikut pelatihan ekonomi syariah. Bagaimana pendapat Bapak?

Saya setuju pada usul itu. Hanya masalahnya, saat ini kita masih kesulitan melakukan seleksi. Misalnya, satu pelatihan hanya dapat diikuti 40 orang, sedangkan yang mendaftar mencapai 1000 orang. Nah, bagaimana menyeleksinya? Kalau dites satu-satu kan tidak efisien.

Tahun depan kita akan mulai melakukan seleksi secara e-test. Teknisnya begini. Kita siapkan tes secara elektronik. Nanti hakim-hakim yang ingin ikut pelatihan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan lewat e-test itu. Para hakim yang memperoleh skor tertentu akan kita panggil untuk mengikuti pelatihan ekonomi syariah. Dengan begitu, mereka yang ikut pelatihan tidak berangkat dari nol.

Ada pula gagasan agar sertifikasi hakim ekonomi syariah dibuat berjenjang. Ada level-levelnya. Bapak setuju?

Saya juga setuju itu. Nanti kita bikin penjenjangan, misalnya sertifikasi level 1, level 2 dan level 3.

Untuk sementara, supaya lebih banyak hakim peradilan agama yang bisa mengikuti pelatihan ekonomi syariah, penjenjangan sertifikasi itu belum kita lakukan. Tapi nanti akan kita lakukan. Hakim-hakim yang saat ini telah mengikuti sertifikasi kita anggap mereka berada di level 1. Untuk bisa naik ke level 2 dan level 3, mereka perlu ikut pelatihan lagi.

Selain hakim, siapa saja aparat peradilan agama yang perlu diberi pelatihan ekonomi syariah?

Pengadilan kan sebuah sistem. Tentu hakim tidak bisa bekerja sendirian. Karena itu, kita juga perlu mempersiapkan tenaga administrasi yang mengerti tentang pengadministrasian perkara ekonomi syariah yang tentu memiliki perbedaan dengan perkara-perkara perdata agama lainnya.

Di samping itu, yang perlu kita siapkan betul adalah jurusita/jurusita pengganti. Ini kaitannya dengan eksekusi. Kan percuma kalau putusan hakim tidak dapat dilakukan eksekusi.

Karena itu, pada tahun 2014 nanti, delapan bimtek ekonomi syariah yang dikelola Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Badilag akan dibagi dua. Lima di antaranya untuk hakim dan tiga lainnya untuk tenaga kepaniteraan dan kejurusitaan.

Pada tahap awal, yang akan kita latih adalah para panitera. Merekalah yang kemudian menularkan ilmunya kepada para jurusita/jurusita pengganti di satkernya.

Bapak sudah menjelaskan kesiapan peradilan agama dari segi kelembagaan, kepuasan publik dan kualitas SDM. Bagaimana dengan kesiapan dari segi hukum materiil dan formil?

Alhamdulillah, kita sudah punya Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sejak tahun 2008. Itu merupakan salah satu hukum materi yang kita pakai untuk menyidangkan perkara ekonomi syariah, di samping peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebentar lagi kita juga akan memiliki Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah (KHAES). Draftnya sudah tersusun dan disosialisasikan di beberapa wilayah. Kita berharap pada awal tahun 2014 nanti sudah bisa disahkan. Itu nanti jadi hukum formil untuk menyidangkan perkara-perkara ekonomi syariah di peradilan agama.

Oya, dulu ada wacana membentuk pengadilan niaga syariah di lingkungan peradilan agama. Bagaimana perkembangannya?

Kita sudah mengkaji plus-minusnya. Berkaca dari pengalaman pengadilan niaga di lingkungan peradilan umum, pembentukan pengadilan niaga tidak mudah. Di samping itu, yang perlu kita perhatikan betul, pengadilan niaga hanya ada di kota-kota besar tertentu.

Kalau nanti pengadilan niaga syariah begitu, bagaimana kalau ada perkara ekonomi syariah di daerah-daerah pelosok? Kan repot jadinya karena penyelesaian sengketanya harus dibawa ke kota besar tertentu. Itu kurang sesuai dengan prinsip peradilan agama yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Terus, kebijakan apa yang akan diambil?

Kita ambil kebijakan, pada setiap pengadilan di lingkungan peradilan agama perlu ada minimal satu majelis yang punya sertifikat ekonomi syariah. Jadi, satu pengadilan tiga hakim ekonomi syariah.

Sekarang di lingkungan peradilan agama ada 388 pengadilan, yang terdiri atas 29 pengadilan tingkat banding dan 359 pengadilan tingkat pertama.

Artinya, jika pada satu pengadilan perlu ada tiga hakim ekonomi syariah, kita membutuhkan sekurang-kurangnya 1164 hakim ekonomi syariah.

Kalau ada perkara ekonomi syariah yang masuk, merekalah yang menyidangkan. Mereka boleh menangani perkara-perkara lain sebagaimana hakim-hakim lainnya, tapi hakim-hakim yang belum punya sertifikat ekonomi syariah tidak boleh menangani perkara-perkara ekonomi syariah.

Terakhir, mungkin Bapak ingin menyampaikan sesuatu kepada pelaku ekonomi syariah, baik perorangan maupun badan hukum, di Indonesia?

Ya. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa tidak betul anggapan sebagian pihak yang mengatakan bahwa peradilan agama belum siap mengadili perkara-perkara ekonomi syariah. Itu hanya asumsi.

Juga tidak betul pendapat yang mengatakan peradilan agama tidak bisa mengeksekusi putusan ekonomi syariah. Sejak adanya UU 7/1989, pengadilan-pengadilan di lingkungan peradilan agama bukan lagi pengadilan quasi. Kalau dulu kewenangan eksekusi terhadap putusan peradilan agama ada pada peradilan umum, sejak 1989 kita sudah bisa mengeksekusi putusan kita sendiri.

Hal lain yang perlu saya luruskan, tidak benar bahwa bank-bank syariah selalu kalah bila berperkara di peradilan agama. Data yang kita miliki menunjukkan, sejak tahun 2006 hingga sekarang, ada bank atau unit usaha syariah yang jadi penggugat; ada pula yang jadi tergugat. Ada yang menang; ada pula yang kalah.

Soal kalah atau menang, itu sangat tergantung pada kemampuan masing-masing pihak yang berpekara melakukan pembuktian. Yang jelas, kita di peradilan agama berupaya sekeras-kerasnya untuk bertindak adil, profesional dan menjunjung tinggi integritas.

Ya, saya kira, integritas itulah yang jadi salah satu trade mark peradilan agama dalam menerima, memeriksa, dan memutus perkara—termasuk perkara-perkara ekonomi syariah.

[Rahmat Arijaya & Hermansyah]

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice