logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on . Dilihat: 2645

Dialog Internasional:

Hak-hak Perempuan dan Anak Paska Perceraian di Tiga Negara
New Picture

Jakarta | badilag.mahkamahagung.go.id 02/10/2020.

Kegiatan Dialog Internasional Kerjasama antara Badan Peradilan Agama dengan Pemerintah Australia dengan Tema “Perkembangan & Tantangan Pemenuhan Hak-Hak Perempuan dan Anak Paska Perceraian di Berbagai Negara”, dibuka untuk memberikan pengetahuan baru pentingnya perananan hakim, bertukar pengalaman dan pikiran antara Indonesia, Malaysia dan Australia.

Kegiatan ini dimulai pukul 08.00 - 10.30 wib, dan terbuka untuk 1000 peserta yang telah mendaftar lintas Badan Peradilan baik Peradilan Agama maupun Peradilan Umum, dan juga dibuka untuk umum. Demi memberikan akses informasi seluas-luasnya, Badilag Kembali menghadirkan Webinar Internasional, dengan menggandeng beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya.

Dialog ini dimoderatori oleh Dr. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag., Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Ditjen Badilag, yang memulai kegiatan ini dengan hangat dan penuh semangat menyapa para peserta yang sudah siap mendengar dan mendapatkan materi-materi penting.

Dirjen Badan Peradilan Agama MARI, Dr. Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H. memberikan Opening Speech sekaligus membuka kegiatan ini secara langsung.

Dalam Opening Speechnya, Dirjen Badilag menjabarkan hasil penelitian pada tahun 2018 yang lalu, yang dilakukan Ditjen Badilag bekerjasama dengan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) dan beberapa lembaga penelitian serta perguruan tinggi terhadap 508. 276 putusan pengadilan agama. Dalam perkara perceraian pada tahun itu, ada 447.417 perkara perceraian yang didaftarkan ke pengadilan agama. 70% diantaranya diajukan oleh isteri. Dari total perkara perceraian itu, hanya 1% perkara yang memuat gugatan nafkah isteri dan kurang dari 1% yang memuat gugatan harta bersama, hanya 2% yang mengajukan hak asuh anak dan hanya 1% yang mengajukan nafkah anak, padahal 95% dari perkara perceraian yang diajukan tersebut melibatkan anak dibawah usia 18 tahun. Jika rata-rata di Indonesia setiap keluarga memiliki 2 orang anak, paling tidak sebanyak 850.000 orang anak terdampak perceraian orang tua setiap tahunnya.

New Picture 1

Menurut Dirjen Badilag, ada tiga kemungkinan mengapa hal ini bisa terjadi, pertama, hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian memang telah terpenuhi semua, atau yang kedua, pihak yang berperkara tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk menuntut hak-hak tersebut, atau yang ketiga, mereka tahu apa yang harus mereka lakukan, namun mereka enggan menuntutnya karena mekanisme yang harus dilalui sulit, dan kemungkinan keberhasilannya kecil.

“Webinar kali ini merupakan ikhtiar kita bersama, sesuai Pasal 28 B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Upaya kita hari ini mewakili anak-anak di seluruh Indonesia untuk memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya di masa yang akan datang.” Demikian Dirjen Badilag mengakhiri paparannya.

Leisha Lister, penasihat senior AIPJ2 memberikan pengantar dan konteks dalam dialog kali ini. Kemudian sesi lanjutan langsung disampaikan oleh Dato Dr. H. Mohd Na’im Bin Mokhtar, Ketua Hakim Syar’i/Ketua Pengarah Jabatan Kehakiman Syariah- Malaysia, membagi pengalaman tentang penjaminan hak-hak perempuan dan anak paska perceraiain di Malaysia.

Pemerintah Malaysia membentuk lembaga yang bernama Bagian Sokongan Keluarga (BSK), lembaga ini dibentuk atas desakan masyarakat sipil agar ada lembaga yang lebih proaktif dan efektif dilaksanakan terhadap individu yang tidak mematuhi perintah pengadilan. Keberadaan lembaga ini diapresiasi masyarakat sebagai langkah bijak dan tepat untuk mengatasi masalah yang terkait dengan pelaksanaan perintah pengadilan. Petugas BSK diberi tanggung jawab untuk melaksanakan perintah pembayaran nafkah yang dikeluarkan oleh pengadilan, diantara jenis tindakan yang bisa diambil adalah penyitaan, pemindahan hutang dan pemaksaan.

“BSK juga menyediakan layanan dana pendahuluan nafkah bagi anak, yaitu dana talangan selama masa proses perkara sedang berjalan untuk menjamin bahwa nafkah terhadap anak tetap terus berjalan.” Demikian papar Dato Muhammad Naim.

New Picture 2

Bret Walker-Robert dari Child Support Agency of Australia membagi pengalaman tentang lembaga penjamin nafkah anak di Australia.

Bret Walker mendahului paparannya dengan kondisi Australi pada akhir tahun 80an. Lebih dari 30 tahun yang lalu, pada akhir tahun 1980an, pemerintah Australia mengamati tentang meningkatnya jumlah keluarga dengan orang tua tunggal, meningkatnya kemiskinan perempuan dan anak setelah perceraian, rendahnya jumlah orang tua tanpa hak asuh yang membiayai anak-anaknya, rendahnya nafkah anak yang diperintahkan oleh pengadilan, dan rendahnya tingkat penegakan putusan pengadilan.

Pada saat itu, lanjut Bret Walker menguraikan paparannya, persoalan yang menjadi konsen pemerintah Australia adalah tingginya jumlah anak yang terdampak dari perceraian sehingga menempatkan anak-anak dalam posisi yang sangat rentan, baik itu dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial dimana keadaan yang paling buruk adalah mereka akan terlantar, putus sekolah, terlibat dan atau mendapatkan kekerasan, oleh karenanya, pemerintah mengambil inisiatif untuk mengatasi persoalan ini.

Skema tunjangan untuk menjamin kehidupan anak-anak setelah orang tuanya berpisah kemudian diperkenalkan dalam dua tahapan, yaitu pada tanggal 1 Juni 1988, diterbitkan Child Support Act 1988 No. 3, Undang Undang baru ini mengatur tentang pendaftaran dan pengumpulan kewajiban nafkah anak oleh pemerintah, dan pada tanggal 1 Oktober 1989, Child Support (Assessment) Act 1989 No. 124 memperkenalkan sebuah formula berdasarkan metodologi untuk menghitung dan menilai kewajiban orang tua terhadap nafkah anak.

Dalam dialog Internasional ini, disamping pembicara utama, juga menghadirkan penanggap untuk menambah sudut pandang dan masukan terkait tema diskusi. Penanggap dari Family Court of Australia adalah Justice Margareth Cleary, dari Kelompok Kerja Perempuan Mahkamah Agung RI,   Dra. Hj. Pelita Dewi, S.H., M.Hum, dari Kelompok Kerja Kemudahan Berusaha, Dr. Ifa Sudewi, dan dari BAPPENAS, Prahesti Pandanwangi, SH, Sp.N, LLM.

Prahesti Pandanwangi, yang merupakan Direktur Hukum dan Regulasi BAPPENAS memberikan masukan dan tanggapan yang pada intinya mendorong kehadiran negara dengan memperkuat peran serta lembaga peradilan dengan jumlah SDM yang besar dalam persoalan ini, “kita akan petakan kembali dan memikirkan cara terbaik untuk mengatasi persoalan ini” ungkapnya.

Dialog kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari peserta webinar, berbagai pertanyaan mengalir deras dari para peserta, menunjukkan antusiasme yang besar dari berbagai kalangan. Dialog Internasional ini berkahir pukul 11.15. WIB, jika ingin menyaksikan siaran ulang, tersedia di chanel Youtube Ditjen Badilag MARI. (F)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice