logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 3181

Di Jepang, Hakim PA Wonosari Belajar Mediasi

Selama dua pekan, seorang hakim perempuan yang bertugas di Pengadilan Agama Wonosari, Latifah Setyawati, S.H., M.Hum., berkesempatan belajar mediasi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, ia bersama hakim Pengadilan Negeri Batam Nenny Yulianny, S.H.,M.Kn. Berikut ini laporan yang ia tulis dan dikirimkannya ke badilag.net:

SAYA termasuk orang yang beruntung. Tanpa saya duga, Mahkamah Agung RI, yang mendapat usul dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, mengirim saya untuk mempelajari secara langsung praktik mediasi di Jepang. Atas undangan Prof. Yoshiro Kusano, guru besar bidang hukum dari Universitas Gakushuin, MA mengirim saya bersama Bu Nenny Yulianny.

Prof. Kusano Profesor merupakan mantan hakim yang menekuni wakai dan chotei. Wakai adalah penyelesaian sengketa secara litigasi dan chotei adalah penyelesaian sengketa secara non-litigasi. Ia telah menulis tentang wakai sejak tahun 1986 dan menerbitkan buku tentang tema itu pada tahun 1995. Bukunya telah dialihbahasakan ke bahasa Inggris dan Indonesia, dan segera diterjemahkan pula ke bahasa Cina serta Korea.

Maksud undangannya ialah untuk memperkenalkan secara langsung bagaimana wakai dan chotei dapat mencapai keberhasilan yang signifikan di Jepang. Selain itu, ia berharap delegasi dari Indonesia dapat mempelajari bagaimana budaya lokal masyarakat Jepang sehari-hari berkontribusi dalam menyelesaikan suatu perkara. Hal ini didasarkan adanya kesamaan budaya Indonesia dan Jepang, yakni sama-sama mengutamakan musyawarah.

Tiba di Universitas Gakushuin pada 3 Maret 2015, kami disambut hangat oleh Prof. Kusano dan para stafnya. Pada hari-hari berikutnya, kami dipertemukan dengan Prof. Tatsuki Inada, kemudian kami berdiskusi banyak mengenai wakai dan chotei.

Kami diajak berkunjung ke Pusat Chotei di Pengadilan Sumir Tokyo. Perjalanan menggunakan kereta dimulai dengan berjalan kaki dari universitas menuju stasiun Mejiro dan berhenti di stasiun Kinshi Cho, kemudian berjalan kaki lagi sekitar 1 km hingga tiba di tujuan.

Pusat chotei berada di gedung Pengadilan Sumir Tokyo. Gedung yang berlantai enam ini terbagi-terbagi penggunaannya. Lantai 1 dan 2 digunakan untuk sidang perkara-perkara sumir di tokyo, misalnya perkara lalu lintas. Lantai paling atas digunakan untuk penyelesaian perkara perdata sumir yang berkaitan dengan masalah sewa dan penagihan pembayaran.

Sesampainya di pusat chotei, delegasi disambut oleh hakim-hakim chotei dan mediator non-hakim di pusat chotei. Di sini terdapat 25 hakim chotei dan 500 mediator non-hakim yang terbagi dalam 3 grup dan 50 kamar untuk melaksanakan chotei.

Mediator non-hakim yang berjumlah 500 orang tersebut adalah berasal dari masyarakat yang mempunyai keahlian di bidangnya masing-masing dan setengahnya adalah advokat.

Untuk menjadi mediator di chotei, mereka mengajukan lamaran, kemudian diseleksi dan jika lolos, mereka menjadi pegawai tidak tetap di pengadilan dalam jangka waktu 2 tahun. Selama 2 tahun itu mereka akan terus dievalusi. Jika memenuhi persyaratan dapat diperpanjang lagi 2 tahun, dan seterusnya hingga masa pensiun 70 tahun.

Sayangnya, begitu memasuki area gedung ini, kita dilarang untuk mengambil gambar.

Di pusat chotei ini kita juga diperlihatkan ruangan para mediator non-hakim, ruangan komisi chotei merumuskan masalah yang ditangani, serta ruangan chotei.

Kita juga diajak berkeliling bagaimana gugatan/permohonan chotei didaftarkan. Disitu sudah ada form baku untuk jenis-jenis perkara yang berbeda, sehingga para pihak hanya memilih salah satu yang sesuai dengan jenis perkaranya untuk didaftarkan. Adapun biayanya adalah setengah dari biaya litigasi, jadi jika chotei gagal dan maju ke litigasi, pihak hanya perlu membayar setengahnya lagi.

Pusat chotei untuk masalah rumah tangga berada di family court (chotei rumah tangga). Bedanya chotei perdata dan chotei rumah tangga adalah setiap perkara rumah tangga wajib menempuh chotei. Jadi, bukan lagi pilihan.

Mediator non-hakim di chotei yang menagani masalah keluarga adalah orang-orang yang berpengalaman menangani masalah-masalah keluarga di Jepang. Biasanya mereka berasal dari masyarakat setempat yang mengenal pihak berperkara sejak mereka kecil dan mengetahui latar belakang keluarganya.

Family court (litigasi) juga menyediakan tenaga ahli seperti psikolog atau dokter terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan masalah anak untuk melakukan pendampingan.

Setelah selesai kunjungan di Pusat Chotei Tokyo, kami diajak makan malam bersama di rumah makan khas Jepang. Kami bersama dengan Prof. Kusano, Prof. Tatsuki Inada, hakim Chotei Asimoto dan para mediator non-hakim dari Chotei yang berjumlah 3 orang.

Pada tahun 2014, dari perkara yang masuk di pengadilan sumir tokyo yang berjumlah 5500 perkara, 30%-nya berhasil di chotei-kan atau didamaikan. Harapan kami tentu saja kita di Indonesia juga dapat meningkatkan keberhasilan mediasi sebagaimana yang telah dicapai di Jepang, atau bahkan lebih baik lagi.

Perjalanan kami di Negeri Sakura masih berlanjut. Kami ingin menggali lebih banyak hal mengenai mediasi, sembari menyesuaikan diri dengan cuaca yang sangat dingin di sini.

[bersambung]

 

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice