logo web

on . Dilihat: 7114

Di Australia, Enggan Bermediasi Bisa Dipenjara

Melbourne | Badilag.net

Dari waktu ke waktu, kedudukan mediasi di Australia semakin kokoh sebagai model penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dengan kedudukan tersebut, ADR (Alternative Dispute Resolution) sebagai payung untuk mengistilahkan upaya-upaya lain penyelesaian sengketa selain litigasi tidak lagi hanya diartikan sebagai alternatif penyelesaian sengketa.

Kini ADR juga bisa menjadi singkatan dari dari assisted (dengan bantuan), additional (tambahan), affirmative (pengukuhan), bahkan appropriate (layak) dispute resolution.

Hal itu disampaikan Professor Tania Sourdin, pakar ADR di Australia, ketika menyajikan materi “ADR – Approaches and Framework” di depan Tim Pokja ADR Mahkamah Agung di Monash University, Melbourne, Senin (14/10/2013).

Penguatan kedudukan mediasi tersebut didukung juga oleh perkembangan yang positif dalam proses legislasi sebagai payung hukumnya.

Menurut Warwick Soden, CEO Federal Court of Australia, pada pertengahan tahun 1990, ketentuan perundang-undangan menegaskan bahwa mediasi hanya dapat dilakukan apabila pihak-pihak berperkara bersedia untuk menempuh proses win-win tersebut (by consent).

“Namun sejak tahun 2002, pengadilan mendesak pemerintah untuk memberikan kewenangan kepadanya untuk merujuk proses mediasi kepada panitera atau mediator eksternal yang terdaftar di pengadilan meskipun para pihak tidak menyatakan persetujuannya untuk menempuh mediasi,” jelas Warwick Soden).

Salah satu argumentasi pengadilan untuk mendesak proses tersebut adalah karena pengadilan melihat banyak perkara yang mestinya bisa diselesaikan melalui mediasi, tetapi pihak-pihak tidak mau menempuhnya.

Dengan kewenangan baru tersebut, pengadilan dapat memaksa para pihak melalui putusannya (court order) untuk menempuh proses mediasi terlebih dahulu sebelum akhirnya perkara mereka diperiksa secara ajudikasi melalui pengadilan dan diselesaikan berdasarkan putusan hakim.

“Pada tahun 2010, meskipun masih dalam perdebatan hingga saat ini, telah ada aturan yang mengharuskan para pihak sebelum memasukkan gugatan ke pengadilan untuk menunjukkan sertifikat yang menyatakan para pihak telah menempuh mediasi,” lanjut Warwick.

Bila Mediasi tidak dilaksanakan?

Dengan adanya perintah pengadilan untuk melaksanakan mediasi, maka timbul konsekuensi bagi siapa saja yang tidak mau melaksanakannya tanpa suatu alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Konsekuensinya dapat berupa pembebanan kepada pihak yang enggan untuk mengeluarkan biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang menghadiri mediasi,” ujar Warwick.

Selain itu, karena merupakan pengabaian terhadap perintah hakim, pihak-pihak yang tidak melaksanakan perintah tersebut dapat dipidana penjara.

Termasuk di dalam kategori ini adalah mereka yang tidak sungguh-sungguh dalam menempuh proses mediasi, seperti tidak memberikan usulan-usulan penyelesaian ataupun tidak memberikan pendapat terhadap usulan yang disampaikan oleh pihak lainnya.

Bagaimana apabila setelah adanya pembebanan biaya kepada pihak yang tidak beritikad baik yang bersangkutan tetap saja tidak mau bermediasi?

“Tindakan mereka dapat dikategorikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) dengan konsekuensi yang lebih berat,” tandas Warwick.

Terkait dengan adanya peraturan yang mengharuskan mediasi sebelum mengajukan gugatan, konsekuensinya tentu semakin jelas, tidak lain kecuali ditolaknya pendaftaran gugatan.

[Mohammad Noor]

.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice