logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 9661

 

Sebagaimana diketahui, berdasarkan PP tersebut, tunjangan jabatan hakim diberikan kepada hakim tingkat pertama dan banding untuk menggantikan tunjangan khusus kinerja (remunerasi). Dengan terbitnya PP itu, bukan hanya nominal penghasilan hakim yang berubah drastis, namun juga hal lain seperti absensi dan konsekwensinya bila hakim tidak masuk kantor sesuai jam kerja yang ditetapkan.

Sempat muncul keluh kesah, juga silang pendapat, tidak lama setelah PP itu terbit. Pada umumnya yang dikeluhkan oleh sebagian warga peradilan—bukan hanya warga peradilan agama—adalah sikap kurang disiplin yang ditunjukkan hakim tertentu lantaran tiadanya aturan yang mengatur jam kerja hakim beserta konsekwensinya.

Sempat muncul isu pula, pada awal Januari lalu pimpinan MA telah membuat aturan mengenai disiplin hakim, terutama dalam hal absensi, disertai ancaman sanksi berupa pemotongan tunjangan jabatan. Ternyata itu hanya kabar burung.

Lantas, apa hubungan semua itu dengan timesheet, sebagaimana ditanyakan Farhan?

Salah satu gebrakan penting yang hendak dilakukan Badilag mulai awal tahun 2013 adalah melakukan pemantauan kinerja harian aparat peradilan agama dengan menggunakan aplikasi timesheet. Dengan aplikasi ini, seluruh aktivitas hakim dan pegawai diharapkan dapat terpantau. Badilag dapat memantau aktivitas harian di PTA/MS Aceh dan begitu juga PTA/MS Aceh dapat memantau aktivitas harian  PA/MS.

Timesheet tak ubahnya buku catatan harian, namun dalam bentuk elektronik. Kelak, setelah aplikasi ini sudah dimatangkan dan disosialisasikan, setiap hakim dan pegawai wajib mengisinya setiap hari.

“Aplikasi ini dikembangkan sendiri oleh Badilag. Untuk tahap uji coba, kita akan menggunakan time sheet untuk memonitor aktivitas di PTA. Jadi, hari ini Pak Ketua ke mana, besok menghadiri acara apa, kita bisa lihat di timesheet,” ungkap Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama Purwosusilo kala mewakili Dirjen Badilag pada Rakernas MA di Manado, akhir Oktober 2012 lalu.

Dengan demikian, inisiatif Badilag untuk menerapkan time sheet telah muncul sebelum Presiden RI menerbitkan PP 94/2012. Bahkan, jika hendak dilakukan kilas balik, sesungguhnya Badilag sudah membuat ancang-ancang sejak dua tahun silam.

Tiga menu

Sejatinya, timesheet ini tak ubahnya buku harian yang mencatat kegiatan secara rinci. Namun, timesheet tidak hanya dapat dimanfaatkan secara individual, tetapi juga secara kelompok. Di dalam timesheet terdapat tiga menu utama, yakni event, task, dan project.

Pada menu event, setiap pegawai bisa mengisinya dengan rincian kegiatan selama jam kerja. Mulai masuk kerja hingga pulang kerja harus diisi dengan kegiatan yang berkaitan dengan tupoksi.

Menu task digunakan pihak atasan untuk memberi penugasan kepada pegawai di bawahnya. Dengan memanfaatkan timesheet, batas waktu penugasan itu bisa ditetapkan dengan jelas. Ini sekaligus untuk memacu pegawai agar menyelesaikan tugasnya tepat waktu.

Sementara itu, menu project digunakan untuk membantu pelaksanaan kegiatan tertentu yang melibatkan banyak pegawai. Yang dimaksud kegiatan tertentu di sini ialah kegiatan yang tidak rutin, tetapi sudah diagendakan dan mendapat persetujuan dari Bagian Perencanaan dan Keuangan.

Secara teknis, menggunakan timesheet sebenarnya tidak terlalu sukar. Cukup dengan empat langkah, tiap pegawai sudah bisa memanfaatkan aplikasi ini. Langkah pertama ialah membuka aplikasi tersebut. Kedua, mengisi username dan password—yang akan diberikan oleh administrator. Ketiga, mengklik menu-menu utama yang ada. Keempat, menyimpan seluruh data yang sudah dimasukkan dengan mengklik “submit”.

Meski gampang dikuasai, tapi untuk memanfaatkan timesheet juga diperlukan sejumlah prasyarat. Seluruh pegawai harus bisa mengoperasikan komputer atau laptop. Di samping itu, tiap pegawai juga harus  mampu mengisi waktunya dengan pekerjaan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan tupoksinya, lalu menuliskan laporannya tiap hari.

Hal lain yang mesti diperhatikan ialah koordinasi dan supervisi. Pihak atasan harus memastikan pegawai di bawahnya mengisi timesheet-nya dengan benar. Jika ini tidak dilakukan, sebuah task maupun project terancam tidak bisa terlaksana dengan baik.

PA Cilacap memulai

Buku harian kinerja tidak harus memakai aplikasi berbasis web sebagaimana timesheet. Bila sarana dan prasarana belum mendukung, buku harian kinerja bisa dibuat dalam bantuk manual. Ini mirip dengan absensi, yang bisa dilakukan dengan manual maupun menggunakan finger print.

Ditilik dari segi kepraktisan, penggunaan komputer yang memiliki koneksi internet tentu sangat membantu. Meski demikian, buku harian kinerja yang manual pun sama sekali tidak mengurangi nilai guna. Ini sudah dibuktikan PA Cilacap.

Soal alat ukur kinerja, memang PA Cilacap telah melangkah lebih awal. Selain daftar absensi, alat lain yang digunakan adalah buku harian kinerja yang diberi nama “Menilai Diri Sendiri” alias MPS.

MPS mulai digunakan pada tahun 2008, ketika PA di wilayah Jawa Tengah itu dipimpin Abdul Choliq. “Dinamai MPS maksudnya agar tiap hakim dan pegawai jujur dalam menilai kinerjanya sendiri,” ungkap Abdul Choliq, ketika ditemui badilag.net di kantornya, tahun 2010 lalu.

Abdul Choliq—yang kini menjadi hakim tinggi PTA Mataram—bercerita, awalnya gagasan menerapkan MPS tidak disetujui sejumlah pegawai. Namun setelah diyakinkan, seluruh pegawai akhirnya mau mengisi MPS-nya. “Menerapkan MPS ini sangat tidak gampang. Perlu dikontrol terus,” tandasnya.

MPS dibedakan menjadi tiga, yaitu untuk pejabat fungsioanl, pejabat struktural dan staf. Tiap akhir bulan, seluruh hakim dan pegawai harus menyerahkan MPS-nya kepada atasan langsung. “Bagi yang tidak mengisi MPS, saya buat memo teguran,” kata Abdul Choliq.

Menangani perkara lebih dari 350 tiap bulan, dengan personel hanya berjumlah 33 orang ketika itu, tentu bukan hal yang mudah. Menyadari hal itu, Abdul Choliq tidak membebani hakim dan pegawai untuk mengirimkan MPS-nya tiap hari. Yang penting, MPS itu selalu diisi tiap hari.

“Saya hanya menekankan agar pekerjaan itu dirinci. Misalnya, untuk hakim, tidak hanya ditulis mengkonsep putusan, tapi seharusnya disebutkan juga perkara nomor berapa saja yang dikonsep putusannya,” Abdul Choliq menambahkan.

Pemanfaatan MPS di PA Cilacap itu menuai apresiasi positif. Wahyu Widiana, Dirjen Badilag waktu itu, mengatakan bahwa apa yang telah dirintis PA Cilacap dapat menjadi contoh buat pengadilan-pengadilan lainnya, khususnya di lingkungan peradilan agama.

“Dengan alat ukur kinerja ini pihak atasan bisa memantau kinerja bawahannya. Hasilnya bisa digunakan sebagai tolok ukur pemberian reward and punishment,” ujar Wahyu Widiana.

Lantas, mulai kapan timesheet sebagai alat ukur kinerja benar-benar dimanfaatkan, bahkan diwajibkan, untuk seluruh aparat peradilan agama? Barangkali jawaban itu dapat kita peroleh setelah Badilag punya nahkoda baru.

(hermansyah)

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice