logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 4483

Administrasi Perkara di PA-PA Tertentu Kurang Bagus, Ini Akar Masalahnya

Jakarta l badilag.mahkamahagung.go.id

Ketika mengadakan Monitoring dan Evaluasi Administrasi Kepaniteraan, Tata Kerja dan Tata Kelola Peradilan Agama Tahun 2016 di 34 PA pada 17 PTA, Tim Monev dari Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag bukan saja menggunakan pendekatan kuantitatif, tapi juga kualitatif.

Pendekatan kuantitaf dilakukan dengan menghitung skor dan pencapaian tiap area monev. Acuannya adalah  Matriks Hasil Kerja Monev yang merinci fokus monev menjadi 8 area, 29 komponen, 148 pertanyaan, dan 1.050 kemungkinan jawaban. Jika jawaban terhadap suatu pertanyaan ternyata sesuai dengan kenyataan, maka diberi skor 1. Sebaliknya, jika jawaban terhadap suatu pertanyaan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, maka diberi skor 0. Skor maksimal yang bisa dicapai sebuah PA adalah 592.

Capaian sebuah PA diperoleh dengan cara membandingkan skor ideal dan skor riil. Misalnya, skor ideal untuk area VII (Implementasi SIPP) adalah 52. Pada area ini, sebuah PA ternyata mendapatkan skor 45. Dengan demikian, pencapaian PA tersebut pada area VII adalah 86 persen.

Dengan pendekatan kuantitatif ini, didapatkan data: pencapaian rata-rata secara keseluruhan adalah 86,22%. Artinya, secara umum administrasi perkara pada PA-PA yang dimonev sangat baik.

Sementara itu, pendekatan kualitatif ditempuh Tim Monev Badilag dengan menguraikan temuan-temuan di setiap objek monev di Daftar Catatan/Temuan.

Misalnya begini. Berdasarkan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Teknis Administrasi Peradilan Agama edisi 2013, pembayaran panjar biaya perkara harus dilakukan di bank. Dalam praktik, ada tiga kemungkinan: Pembayaran panjar biaya perkara dilakukan di bank yang berada di luar PA; atau pembayaran panjar biaya perkara dilakukan di bank yang punya loket di PA; atau pembayaran panjar biaya perkara tidak dilakukan di bank, tapi di kasir PA, karena kondisi tertentu. Mengenai pembayaran panjar biaya perkara ini, Tim Monev akan mencatat kondisi riil di PA itu dalam Daftar Catatan/Temuan.

Jika di tiap PA diperoleh 30 catatan, maka dari 34 PA didapatkan 1020 catatan. Catatan-catatan itu bukan saja diperlukan untuk mendukung penilaian secara kuantitatif, namun juga berguna untuk penelahaan persoalan, penyusunan regulasi dan pengambilan kebijakan oleh Badilag. Tentu saja, catatan-catatan itu juga perlu menjadi perhatian dan harus ditindaklanjuti setiap PA yang dimonev.

Dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat disimpulkan, meskipun secara umum PA-PA yang dimonev berkinerja sangat baik, masih ada PA-PA tertentu yang kinerjanya masih belum sesuai harapan.

Setelah didiagnosis, diketahui ada tiga penyebab. Pertama, belum seluruh aparatur peradilan agama yang menyelenggarakan administrasi kepaniteraan memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai regulasi-regulasi terbaru di bidang administrasi kepaniteraan, mulai dari pengimplementasian SIPP, pelaksanaan mediasi, hingga mekanisme konsinyasi.

Hal ini bisa terjadi, di samping karena adanya keengganan aparatur-aparatur tertentu untuk mengakses dan mempelajari regulasi-regulasi baru, juga karena kurangnya transfer of knowledges dari pengadilan tingkat banding dan dari aparatur peradilan yang pernah mengikuti bimtek, pelatihan atau training of trainer.

Kedua, administrasi kepaniteraan di PA-PA tertentu belum sesuai harapan lantaran tidak imbangnya jumlah SDM dibandingkan dengan beban penanganan perkara, serta masih kurangnya sarana kerja, terutama perangkat teknologi informasi, baik hardware, software, jaringan (internet), maupun listrik.

Dalam hal administrasi perkara, ketersediaan perangkat TI sebenarnya dapat menjadi solusi terhadap tidak imbangnya jumlah SDM dibandingkan dengan beban penanganan perkara. Sayangnya, belum seluruh PA mendapat perangkat TI yang memadai dan memiliki SDM yang mampu mendayagunakan perangkat TI yang ada secara maksimal.

Ketiga, administrasi kepaniteraan di PA-PA tertentu belum sesuai harapan karena masih ada aspek-aspek tertentu yang belum diatur secara jelas oleh pusat. Ada juga regulasi-regulasi mengenai administrasi kepaniteraan yang tumpang tindih.

Ada beberapa perkembangan terkini yang belum diantisipasi dengan regulasi baru. Misalnya pemisahan panitera dan sekretaris pengadilan, berdasarkan Perma 7/2015, ternyata berdampak pada ketidakjelasan siapa yang harus memberi pertimbangan mengenai kelayakan pemohon pembebasan biaya perkara (prodeo DIPA); siapa yang menjadi PPID (Pejabat Pengelola Dokumentasi dan Informasi); siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan TI di bidang administrasi perkara; dan lain-lain.

Ketidakjelasan juga muncul, bukan karena tidak ada regulasi, tapi lantaran belum adanya aturan turunan yang lebih detail. Misalnya dalam hal biaya pengambilan akta cerai, yang tergolong PNBP. Meski sama-sama mengacu kepada PP 53/2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya, faktanya PA-PA belum kompak ketika mematok biaya. PP 53/2008 hanya mengatur secara general. Belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur berapa persisnya biaya pengambilan akta cerai.

Adanya tumpang tindih atau ketidakharmonisan regulasi juga tidak bisa dipungkiri. Dalam beberapa hal, ada ketidaksinkronan pengaturan antara Buku Pola Bindalmin, Buku II, SOP Penyelesaian Perkara, Standar Format BAS dan Putusan, dan Standar Formulir yang diterbitkan Badilag.

Berbekal tiga akar masalah utama yang berhasil didiagnosis tersebut, Tim Monev Badilag mengajukan tiga ‘resep’.

Pertama, aparatur peradilan agama harus mengakses, mengkaji dan menerapkan regulasi-regulasi lama maupun baru di bidang administrasi perkara. Jika ada hal-hal tertentu yang memerlukan jalan keluar atau penjelasan lebih lanjut, pengadilan tingkat pertama harus berkonsultasi dengan pengadilan tingkat banding dan Ditjen Badilag.

Kedua, Ditjen Badilag perlu terlibat aktif dalam penyusunan standar sarana kerja pengadilan dan terus mengupayakan agar sarana kerja peradilan agama terpenuhi secara layak. Selain itu, Ditjen Badilag perlu lebih mempertimbangkan jumlah dan kualitas perkara di pengadilan ketika melakukan pembinaan SDM, baik berupa promosi/mutasi maupun pelatihan-pelatihan.

Dan ketiga, Ditjen Badilag perlu segera mengidentifikasi aspek-aspek tertentu yang perlu diatur lebih jelas dan menginventarisasi regulasi-regulasi yang tumpang tindih, untuk digunakan sebagai bahan penyempurnaan Buku II, SOP Penyelesaian Perkara, Standar Format BAS dan Putusan, Standar Formulir, Standar Laporan Perkara, Standar Laporan Keuangan dan penyusunan regulasi-regulasi baru lainnya.

[hermansyah]

Hasil Monev Badilag 2016, Ini Capaian Terendah  dan Tertinggi

Inilah 34 PA yang Administrasi Perkaranya Dipantau Badilag Tahun 2016

Tiap Tahun Badilag Mengadakan Monev Administrasi Kepaniteraan, untuk Apa?

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice