Ada Empat Buku Hukum yang Direkomendasikan Dirjen Badilag
Jakarta l Badilag.net
Dalam berbagai kesempatan, Dirjen Badilag Drs. H. Abdul Manaf, M.H. mengingatkan betapa pentingnya aparatur peradilan agama, khususnya para hakim, membaca buku-buku yang relevan dengan tupoksinya. Begitupun saat ia bertandang ke sejumlah PA di wilayah Jawa Barat dan Banten, pertengahan September 2015 lalu.
Setidaknya ada empat buku hukum yang selalu disebut-sebut Pak Dirjen. “Tidak boleh tidak, buku-buku ini harus kita baca,” kata Pak Dirjen.
Buku pertama yang direkomendasikannya berjudul “Sita dan Kejurusitaan” karya Hensya Syahlani. “Di situ ada contoh-contoh blanko. Bagi kita, itu semacam kitab Jurumiah,” tuturnya.
Kedua, buku berjudul “Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan” karya Yahya Harahap. “Bapak-bapak dan Ibu-ibu mesti menguasainya di luar kepala,” tandas Pak Dirjen.
Ketiga dan keempat adalah buku karya Yahya Harahap edisi mutakhir berjudul “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata” dan “Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama”..
Menurut Pak Dirjen, buku-buku tersebut sangat berguna untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan aparatur peradilan agama.
Lebih dari itu, menurut mantan Inspektur Wilayah pada Badan Pengawasan itu, membaca buku-buku tersebut dapat meningkatkan kewibawaan pribadi dan lembaga.“Supaya punya kewibawaan, bacalah buku-buku itu. Kita akan punya power,” tandasnya.
Membaca buku, ia menambahkan, tidak perlu menjadi beban. Sebab, membaca buku dapat dilakukan di berbagai tempat dan waktu, termasuk di kantor, jika tidak terlalu sibuk atau jika tidak menangani banyak perkara.
“Mumpung masih belum banyak menangani perkara, perbanyaklah membaca buku,” ia berpesan. Pada umumnya, pengadilan-pengadilan di luar Jawa dan pengadilan-pengadilan kelas II tidak menangani terlalu banyak perkara.
Pak Dirjen menyayangkan, banyak buku yang terlantar di perpustakaan PA atau PTA. Buku-buku yang bergizi intelektual tinggi itu belum sepenuhnya dibaca, dikaji dan diterapkan.
“Saya lihat, banyak buku di perpustakaan tidak pernah dibaca. Bukunya masih bagus-bagus,” sindirnya.
Pak Dirjen juga menyayangkan jika masih ada aparatur peradilan agama yang membeli buku bajakan atau gemar memfoto kopi buku. Padahal, buku-buku itu ditulis dengan susah payah oleh pengarangnya, sehingga berhak memperoleh royalti.
“Kita tidak akan jatuh miskin kalau beli buku. Dzalim kalau kita beli buku bajakan. Ilmu kita tidak akan barakah,” tandasnya.
Selain berharap aparatur peradilan agama rajin membaca buku, Pak Dirjen juga meningatkan aparatur peradilan agama agar selalu mengikuti perkembangan terkini di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain.
“Kita harus tahu banyak hal meskipun sedikit-sedikit, dari pada tahu sedikit hal meskipun banyak,” ujarnya. Dengan kata lain, mengenai pekerjaan kita dituntut menjadi seorang spesialis, namun mengenai pengetahuan kita perlu menjadi seorang generalis.
[hermansyah]