
Jakarta, 8 Desember 2025 – Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Dinamika Penanganan Perkara Niaga Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah di Lingkungan Peradilan Agama”. Acara yang berlangsung selama tiga hari dari tanggal 08 hingga 10 Desember ini secara resmi dibuka oleh Direktur Jenderal Badilag Drs. H. Muchlis, S.H.,M.H.dan di isi dengan pidato kunci (keynote speech) dari Ketua Muda Agama Mahkamah Agung RI Dr. H. Yasardin S.H.,M.Hum.
Dalam sambutan pembukaannya, Dirjen Badilag menyampaikan apresiasinya kepada Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama, atas inisiatif menyelenggarakan forum strategis ini. Beliau juga mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan kontribusi para Yang Mulia Hakim Agung, guru besar, akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan, yang disebutnya sebagai “modal berharga untuk merumuskan langkah besar peradilan agama dalam menjawab tantangan zaman.”

Dirjen Badilag mengawali substansi pidatonya dengan menggambarkan paradoks yang dihadapi ekonomi syariah Indonesia. Di satu sisi, industri keuangan syariah disebutnya “melesat bagai pesawat terbang yang canggih” dengan pertumbuhan aset dan inovasi produk yang pesat. Namun, di sisi lain, sistem penyelesaian sengketa dan penanganan kegagalan usaha nya masih di ibaratkan “seperti jalan setapak yang berliku.” Selain daripada itu, dalam sambutannya dirjen badilag menyampaikan data perkara sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dirjen Badilag memaparkan peningkatan dari 497 perkara di tahun 2022 menjadi 545 perkara di tahun 2023, lalu 715 perkara yang diadili pada tahun 2024, dan hingga 30 Oktober 2025 telah mencapai 717 perkara. “Gagasan pembentukan Pengadilan Niaga Syariah bagi kami sama sekali bukan ambisi birokratis atau wacana semata. Ini adalah sebuah konsekuensi logis, sebuah keniscayaan sejarah, dan sebuah panggilan moral,” tegasnya.

Dirjen Badilag merinci empat dimensi urgensi pelaksanaan kegiatan FGD ini:
- Filosofis-Hukum Islam: Hukum kepailitan syariah harus berfilosofi pada “penyembuhan” (rehabilitasi) dan “penyelamatan”, bukan sekadar pemberesan (liquidasi). Prinsip seperti menghindari mudarat, mendahulukan ishlah (perdamaian), dan mekanisme dayn (utang) perlu dikembangkan dalam hukum acara modern.
- Kepastian dan Kedaulatan Hukum: Pelaku ekonomi syariah berhak diadili oleh institusi yang memahami sepenuhnya ‘jiwa’ transaksi syariah mereka.
- Daya Saing Global: Cita-cita Indonesia sebagai pusat halal dunia memerlukan safety net hukum yang kredibel, dimana Pengadilan menjadi penjamin terakhir bagi investor.
- Pengembangan Kapasitas: Ini menjadi peluang mencetak hakim spesialis (fuqaha) yang paham pasar sekaligus mendorong perkembangan ilmu hukum ekonomi syariah.
Dirjen Badilag mendorong FGD ini menghasilkan rekomendasi teknis dan operasional yang solid untuk disampaikan kepada pimpinan Mahkamah Agung. Beliau menutup sambutan dengan mengutip pesan “Al-‘Adlu asasu al-mulk” (Keadilan adalah fondasi kekuasaan) dan menyatakan FGD dibuka secara resmi.

Usai pembukaan, acara dilanjutkan dengan pidato kunci (keynote speech) dari Ketua Muda Agama Mahkamah Agung RI. Pidato ini diharapkan memberikan arahan strategis dan pondasi kebijakan bagi seluruh pembahasan dalam FGD, yang akan membahas dinamika, tantangan, dan solusi ideal penanganan perkara niaga syariah di lingkungan Peradilan Agama ke depannya.
FGD ini diharapkan menjadi titik tolak percepatan penguatan ekosistem hukum yang berkeadilan substantif bagi perkembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia.