Drs. H. Sholikhin Jamik,SH.MH.
Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro
Umat Islam di Indonesia tanggal 06 Mei 2019 memulai ibadah puasa ramadhon satu bulan penuh, dalam masjid masjid, di jalan-jalan raya bahkan di media elektronik maupun media cetak terpampang spanduk yang berbunyi marhaban ya ramadhan,
Ucapan tersebut dimaksudkan sebagai sambutan kepada bulan suci yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh umat Islam, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Lalu mengapa kita menggunakan ungkapan “Marhaban Ya Ramadhan” bukan “Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan”? Bukankan artinya sama-sama "Selamat datang"?
Arti dan makna Marhaban ya Ramadhon. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "marhaban" diartikan sebagai "kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)." Ia sama dengan ahlan wa sahlan yang juga dalam kamus tersebut diartikan "selamat datang."
Walaupun keduanya berarti "selamat datang" tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan ahlan wa sahlan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan "marhaban ya Ramadhan".
Ahlan terambil dari kata ahl yang berarti "keluarga", sedangkan sahlan berasal dari kata sahl yang berarti mudah. Juga berarti "dataran rendah" karena mudah dilalui, tidak seperti "jalan mendaki". Ahlan wa sahlan, adalah ungkapan selamat datang, yang dicelahnya terdapat kalimat tersirat yaitu, "(Anda berada di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah."
Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti "luas" atau "lapang", sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari akar kata yang sama dengan "marhaban", terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti "ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.
Marhaban ya Ramadhan berarti "Selamat datang Ramadhan" mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya "mengganggu ketenangan" atau suasana nyaman kita.
Marhaban Ya Ramadhan, Kami menyambutmu dan telah persiapkan untukmu tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami.
Marhaban Ya Ramadhan, kami menyambutmu dan siap untuk melakukan apa saja demi memperoleh kemuliaan dan kebaikan itu.
Marhaban Ya Ramadhan, selamat datang tamu agung yang jika dianalogikan, tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi tersebut walaupun setiap orang disana mendambakannya.
Marhaban ya Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah SWT Dalam perjalanan itu, Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak melanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT Demikian kurang lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.
Sedangkan Ramadhan terambil dari akar kata yang berarti ”membakar” atau “panas membakar” bulan ke sembilan ini artinya panas membakar yang menyebabkan kulit menggelupas karena puncak panas dan terik. Jadi bulan ramadhan maknanya dari dalam diri orang berpuasa panas karena lapar dan dahaga , sedangkan di luar panas karena terik matahari. Ia dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia pupus,di bakar dosa-dosanya agar bersih , habis terbakar, akibat kesadaran, dan amal salehnya. Bulan Ramadan juga diibaratkan sebagai tanah subur yang siap ditaburi benih-benih kebajikan. Semua orang dipersilakan untk menabur, kemudian pada waktunya menuai hasil sesuai dengan benih yang ditanamnya.
Marhaban, kami bergembira dengan kedatanganmu, karena seperti sabda Rasul SAW: “Seandainya umatku mengetahui (semua) keistimewaan Ramadan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadan.” Di bulan Ramadan ada qadr, malam penentuan yang akan menemui setiap orang yang sudah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya sejak dini pada waktu yang telah ditentukan, yaitu 10 malam terakhir di bulan Ramadan. Kebaikan dan kemuliaan malam Lailat Al-Qadr hanya bisa diraih oleh para pejuang tangguh yang khusyuk beribadah di siang dan malam hari dan menghidupkan 10 malam terakhir dengan beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Marhaban Ya Ramadhan, kami menyambutmu dan siap untuk melakukan apa saja demi memperoleh kemuliaan dan kebaikan yang telah dijanjikan. Jiwa yang suci dan tekad membaja untuk berperang melawan nafsu, menghidupkan malam dengan sholat dan tilawah Qur-an, dan siangnya dengan beribadah kepada Allah melalui pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Semangaat.