logo web

Dipublikasikan oleh PA Sungai Penuh pada on . Dilihat: 746

Generasi Nafas Pendek

Oleh: M. Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H.

(Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh, Jambi)

Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.">Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Kita, hari-hari ini hidup dalam sebuah kondisi di mana kita disuguhkan dengan informasi yang begitu deras namun tidak tuntas. Di mana segala informasi disuguhkan dalam bentuk pengalan-pengalan yang tidak utuh dan tidak lengkap. Di mana segala informasi selalu disuguhkan dalam bentuk meme.

Kita hidup dalam sebuah kondisi, di mana pengetahuan cenderung tidak lagi merujuk pada halaman sekian dari buku tebal yang ditulis oleh seorang pakar dalam bidang tertentu. Namun pengetahuan cukup dikutip dari serpihan-serpihan pengetahuan yang bertebaran di sana-sini.

Sebuah perdebatan cenderung tidak didasarkan pada manuskrip dari para ahli. Tapi didasarkan pada sumber dari serpihan-serpihan pengetahuan yang tidak lengkap. Dan juga tidak autentik.

Di tambah lagi mental yang tidak betah membaca lama-lama. Tidak betah membaca manuskrip panjang dan selalu ingin pengetahuan yang instan. Generasi yang menikmati suasana semacam ini disebut dengan generasi nafas pendek.

Mengapa disebut nafas pendek? Secara sederhana, nafas mereka tidak cukup untuk membaca paragraf panjang. Apa lagi membaca manuskrip tebal. Apa lagi membaca tuntas naskah yang berjilid-jilid. Jadi, rujukan bukan lagi manuskrip tebal yang sakral karena hasil dari pekerjaan para pakar. Tapi, yang menjadi rujukan adalah serpihan-serpihan yang bertaburan entah dari mana.

Apakah rujukan-rujukan instan seperti wikipedia itu bermasalah? Tidak. Yang bermasalah adalah ketika kita mencukupkan diri dengan itu. Itu yang bermasalah. Itu yang menjadi problem.

Apa ciri lainnya? Selain bermasalah dalam soal rujukan, tentu adalah kualitas pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan dari menyusun buih itu tentu pengetahuan yang sangat rapuh. Tidak mendalam. Tidak sama dengan pengetahuan yang dibaca dari lembaran-lembaran manuskrip yang terpercaya.

Apa yang menyebabkan suburnya generasi nafas pendek ini? Tentu, salah satu faktor yang cukup signifikan adalah media sosial yang menjamur akhir-akhir ini.

Media sosial adalah ruang yang begitu bebas. Berbagai informasi ada di situ. Namun, informasi yang menyebar di situ adalah informasi tanpa filter. Segala jenis informasi yang tanpa diikuti dengan standar validitas. Dalam konteks ilmu pengetahuan, itu adalah buih.

Dalam kondisi demikian, nalar kritis dibutuhkan untuk menjadi parameter validitas. Dan yang paling sial, kebayakan orang hari-hari ini tidak menerapkan watak kritis itu. Dalam kondisi seperti itu. Tidak sekelompok orang saja yang terhanyut dalam buih. Artinya, generasi nafas pendek bukanlah persoalan yang menimpa pada orang-orang dengan umur tertentu. Tapi, lebih merupakan trend.

Bagaimana generasi nafas pendek muncul? Munculnya generasi nafas pendek adalah akibat dari kenyamanan pada sosial media tanpa diiringi keseriusan untuk meningkatkan literasi. Jadi, seperti yang saya sebutkan di atas. Kenyamanan pada media sosial dan mencukupkan diri dengan itu. Mereka tidak lagi merasa butuh untuk membaca manuskrip para ahli secara tuntas, detail, dan mendalam.

Lalu, apakah kemudian media sosial harus dikesampingkan? Sebetulnya, media sosial justru adalah manifestasi kebebasan. Artinya, itu sebuah kemajuan. Dengan syarat bahwa, kita harus menerapkan watak kritis sebagai filter. Kemudian, harus diiringi dengan meningkatkan literasi validitas. Harus diiringi dengan upaya meningkatkan tradisi membaca halaman-halaman manuskrip tebal para ahli yang cenderung membosankan itu. Karena iklim menjamurnya sosial media tanpa diiringi literasi yang baik itu yang memicu munculnya generasi nafas pendek.

Kita alergi dengan informasi dengan uraian panjang lebar yang mendalam. Kita lebih nyaman dengan informasi berbentuk meme, penggalan-penggalan, dan potongan-potongan informasi. Buih-buih yang mengapung dan akan segera lenyap diterpa ombak.

Apakah generasi nafas pendek itu natural? Yang artinya harus dibiarkan begitu saja tanpa dipersoalkan? Dalam konteks intelektualisme, jelas generasi nafas pendek adalah sebuah kemunduran. Generasi yang tidak betah berlama-lama dengan manuskrip adalah sebuah kemunduran. Karena itu, kita sangat pesimis akan muncul intelektual akbar dari generasi semacam itu. []

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice