logo web

Dipublikasikan oleh PA Sungai Penuh pada on . Dilihat: 5991

Bahagia dan Sedih, Apa itu Sebetulnya?

Oleh: M. Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H.

(Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh, Jambi)

Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.">Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Semua manusia pernah merasakan bahagia dan sedih. Meskipun tanpa tau secara pasti apa itu bahagia. Meskipun tanpa tau secara pasti apa itu sedih. Bahkan mungkin juga kita tidak bisa menjawab dengan pasti, ketika diajukan pertanyaan pada kita apa itu bahagia? Apa itu sedih?

Bahagia dan sedih adalah kondisi mental. Dia adalah realitas subjektif. Dia ada dalam diri seseorang tanpa berpengaruh dengan yang lain. Realitas semacam itu disebut realitas subjektif. Tapi, apa tepatnya?

Saya setuju jika bahagia dan sedih adalah soal perspektif terhadap kondisi pencapaian atas hasrat. Bahagia adalah perspektif terhadap hasrat yang telah tercapai. Sebaliknya, sedih adalah perspektif terhadap hasrat yang tidak atau belum tercapai.

Ingat, tabiat hasrat adalah dorongan atas rasa aman dan nyaman. Dorongan dari kondisi tidak aman menuju kondisi aman. Dorongan dari kondisi tidak nyaman menuju kondisi nyaman. Itu tabiat hasrat. Ini telah saya jelaskan dengan detail dalam artikel saya sebelumnya.

Ketika dorongan itu tercapai, maka kondisi itu kita sebut dengan bahagia. Jadi bahagia adalah perspektif atas sebuah kondisi di mana rasa aman dan nyaman sudah tercapai. Sebaliknya, sedih adalah perspektif terhadap sebuah kondisi di mana rasa aman dan nyaman belum atau tidak tercapai.

Kita bisa uji teori ini. Kita akan merasa nyaman dan juga aman jika apa saja keinginan kita terpenuhi. Kondisi seperti itu kita sebut dengan bahagia. Sebaliknya, ketika dorongan pada rasa nyaman dan aman itu tidak terpenuhi, kondisi semacam itu kita sebut dengan sedih.  

Apakah kita merasa sedih ketika keluarga dekat kita meninggal? Ya. Mengapa? Bagaimana menjelaskan ini? Kondisi seperti ini adalah kondisi di mana keinginan kita tidak tercapai. Kita menginginkan mereka hidup. Jadi, hasrat kita tidak tercapai. Kondisi itu kita sebut dengan sedih.

Kemudian, apakah kita merasa bahagia jika hari-hari kita di temani oleh keluarga kita? Atau apakah kita merasa bahagia jika kita hidup dalam kondisi berkecukupan? Ya. Itu karena kita dalam kondisi nyaman. Yang artinya, hasrat telah terpenuhi. Perspektif atas hasrat yang telah terpenuhi itu yang kita sebut bahagia.

Bagaimana menjelaskan orang yang bergelimang harta namun merasa sedih? Atau sebaliknya. Mereka yang hidup sederhana namun bahagia?

Dalam kasus pertama, memang bukan itu yang diinginkan. Itu mengapa dia sedih meskipun berkecukupan. Dalam kasus kedua, memang kondisi sedemikian yang diinginkan.

Tentang ini, kita bisa telisik lebih dalam ajaran Budha. Dimana keinginan adalah sumber penderitaan. Dan mungkin sangat relevan. Dalam diskusi kita, apa yang disebut keinginan dalam agama Budha adalah hasrat. Kita bisa terjemahkan ajaran itu dengan “hasrat yang tidak tercapai membawa pada kesedihan”.

Agama Budha adalah agama yang disusun dengan doktrin-doktrin atas hasil dari pencarian mendalam atas tabiat hasrat. Karena itu, hasrat dalam kajian agama Budha mendapat perhatian yang cukup signifikan.

Karena itu, mereka juga membangun seperangkat doktrin bagaimana mengendalikan hasrat. Karena bagi mereka, itu adalah kunci kebahagiaan. Menundukkan hasrat adalah sumber kebahagiaan. Sebaliknya, ketertundukkan atas hasrat menghasilkan kesedihan.  

Jadi, untuk menciptakan kondisi nyaman, bukan menggerakkan benda materi untuk memenuhi keinginan. Bukan menggerakkan materi untuk menciptakan rasa nyaman dan aman. Tapi, nyaman bisa dihadirkan tanpa seperangkat benda materi. Karena hasrat sudah disusun ulang sedemikian rupa, agar bisa tercapai tanpa seperangkat objek.

Jadi, mereka berusaha menciptakan kondisi nyaman dan aman tanpa seperangkat materi. Yang artinya, bahagia bisa dihadirkan tanpa seabrek benda materi untuk memenuhi keinginan. Karena keinginan sudah diatur ulang. Sebagian doktrin Agama Budha bergelut di wilayah ini.

Di dalam Islam, juga dikembangkan tradisi semacam itu yang disebut tasawuf. Para pelakunya disebut sufi. Sebuah tradisi yang bergelut dengan kondisi mental untuk mengendalikan atau mengatur ulang hasrat.

Caranya sangat bervarian. Namun, pada intinya, mereka berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin. Mereka bergelut dengan hasrat untuk mengatur ulang hasrat. Yakni bagaimana supaya bisa menghadirkan  rasa nyaman dan aman tanpa seperangkat objek.

Secara sederhana, mereka berupaya untuk bahagia tanpa seperangkat objek. Hasrat mereka disusun untuk menuju ke rasa dekat dengan tuhannya.

Jadi, mereka merasa nyaman dan juga aman ketika ketika merasa dekat dengan tuhannya. Dan kondisi itu yang disebut bahagia. Mereka bahagia ketika merasa dekat dengan tuhannya.

Jadi, bahagia dan sedih itu soal perspektif terhadap kondisi pencapaian atas hasrat. Dan itu bersifat subjektif. Subjektif artinya hanya ada pada kita sendiri. Yang artinya, kondisi yang kita alami tidak berpengaruh terhadap yang lain. []

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice