TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERNIKAHAN USIA REMAJA
(Fenomena Tingginya Angka Pernikahan Remaja di Masyarakat)
Oleh : Ismail Azwardi[1]
A. Pendahuluan
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya :“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS. Adz-Dzariat : 49)
Sebagai makhluk yang diciptakan dengan berpasang-pasangan, manusia memerlukan pendamping hidup sesuai dengan fitrah penciptaannya. Selain itu, manusia juga perlu meneruskan keturunannya, pasangan dan keturunan merupakan “qurrata a’yun” dan kebanggan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Pernikahan merupakan salah satu dari sekian banyak anjuran agama, setiap individu yang akan mengambil keputusan untuk menikah harus memiliki “niat” bahwa pernihakan yang dilakukannya adalah semata-mata untuk beribadah. Pernikahan selain merupakan ibadah merupakan kebutuhan dasar manusia, saat pernikahan dilihat dari perspektif kebutuhan maka pernikahan akan memiliki variabel yang begitu komplek, sehingga dalam mengambil keputusan untuk menikah harus memiliki “kesiapan” dari segala aspek. Bentuk kesiapan pra nikah yang harus dimiliki antara lain kematangan spiritual dan kematangan emosi, karena menikah merupakan ibadah dan merupakan “perjanjian suci”, sehingga kematangan spiritual menjadi instrument penting dalam rangka menuju rumah tangga sakinah. Selain bermuatan ibadah, pernikahan merupakan perpaduan dua karakter yang memiliki latar belakang, sosial pendidikan dan berbagai macam perbedaan, potensi masalah akan timbul ketika perbedaan tidak disikapi dengan kematangan emosi. Sehingga dua hal penting yang harus disiapkan pra nikah adalah kematangan spiritual dan kematangan emosi setiap individu.
[1] Staff Kepaniteraan pada Pengadilan Agama Sanggau
Selengkapnya KLIK DISINI