Strategi Baru Tentang Penjaminan Hak Perempuan Dan Anak Pascaperceraian
pada Layanan YAUMUNA di Pengadilan Agama Jember
Oleh : Samina Laela, S.E., S.H.
Kepala Sub Bagian Perencanaan, TI, dan Pelaporan Pengadilan Agama Jember
Pasca terjadinya perceraian antara suami istri di pengadilan, maka mantan istri wajib menjalankan masa iddah atau masa menunggu. Tidak hanya itu, pihak perempuan juga memiliki hak yang harus ia dapatkan dari mantan suaminya setelah diceraikan, berupa nafkah mut`ah dan nafkah iddah.
Pada dasarnya di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi salah satu bahan rujukan hakim dalam memutus suatu perkara di persidangan, telah mengatur terkait hak-hak perempuan pasca cerai talak yang harus dipenuhi oleh mantan suaminya, antara lain:
- Memberikan nafkah mut`ah yang selayaknya (uang atau barang), kecuali qobla al dukhul
- Memberi nafkah, maskan dan kiswah selama mantan istri dalam masa iddah, kecuali mantan istri telah talak ba`in atau nusyuz serta tidak dalam masa hamil.
- Melunasi mahar yang terhutang atau separuhnya jika qobla al dukhul.
- Memberi nafkah anak selama belum menginjak usia 21 tahun.
Adapun yang dimaksud dengan nafkah mut`ah yaitu nafkah yang diberikan oleh mantan suami kepada mantan istrinya berupa harta dengan tujuan menghibur hati mantan istrinya serta menghapus rasa sedih karena baru saja bercerai. Sedangkan yang dimaksud dengan nafkah iddah, yakni nafkah berupa tunjangan hidup atau kebutuhan pokok selama mantan istri menjalankan masa iddah. Besaran nafkah iddah tersebut disesuaikan dengan hasil putusan pengadilan.