logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 2581

REINTERPRETASI KEWAJIBAN NAFKAH BAGI ISTRI KARIER

Oleh : H.Asmu’i Syarkowi

(Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I A)

Dalam berbagai literatur, biasanya dibedakan istilah “wanita pekerja” dan “wanita karier”. Istilah wanita pekerja biasanya digunakan untuk menyebut wanita yang hasil karyanya akan dapat menghasilkan imbalan keuangan. Sedangkan wanita karier biasanya digunakan untuk menyebut wanita yang menekuni profesi atau pekerjaannya dan melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan hasil dan prestasinya. Dengan demikian, wanita pekerja masih bersifat umum sedangkan wanita karier lebih spesifik dan mengarah ke profesionalitas. Sekalipun demikian, menurut hemat penulis keduanya mengalami persamaan, antara lain, sama-sama berkecimpung dalam dunia kerja dan menghasilkan imbalan ( uang dan jasa ). Selanjutnya, dalam tulisan ini digunakan istilah perempuan karier. Dan, dalam konteks rumah tangga perempuan tersebut yang dimaksud adalah “istri”.

Oleh karena persoalan baru, maka istilah perempuan karier dan kaitannya dengan hukum keluarga, secara spesifik juga tidak pernah dibahas dalam hukum Islam (fikih) klasik. Hal ini dapat dimengerti sebab menurut tradisi fikih klasik, tanpa izin suami, perempuan memang haram hukumnya keluar rumah. Jangankan untuk keperluan duniawi, untuk keperluan ukhrawi saja mayoritas ulama melarangnya. Mengenai hal itu, dapat kita baca dalam kitab-kitab fikih klasik, seputar perdebatan para ulama, misalnya mengenai hukum perempuan hadir ke masjid untuk salat berjamaah. Dalam konteks rumah tangga seorang istri yang keluar rumah, menurut mayoritas ulama, dimungkinkan lebih besar mudaratnya sekalipun sekedar salat berjamaah di masjid. Menurut fikih mainstream, bahwa seluruh anggota tubuh perempuan adalah aurat, kecuali muka dan telapak tangan. Bahkan, ada yang berpendapat, suaranyapun aurat sehingga haram hukumnya seorang perempuan memamerkan suaranya di hadapan ajnabi (pria lain yang bukan muhrimnya). Gambaran perempuan demikian ini, dalam konteks hukum keluarga, berkonsekuensi kepada ketidakwajiban istri mencari nafkah untuk keluarga. Karena keluar rumah akan menimbulkan hal-hal yang dilarang tersebut yang biasanya sering disebut sebagai menimbulkan fitnah.


Selengkapnya KLIK DISINI


 

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice