Rekonstruksi Konsep Mawani’ al-Irtsi Dalam Perspektif Tafsir Pluralisme Agama
Oleh: Ahmad Syahrus Sikti.
A. Pendahuluan
Penegakan hukum Islam di Indonesia saat ini sedang mengalami kemunduran bahkan keterbelakangan dari masyarakat global. Salah satunya adalah hukum kewarisan Islam. Dasar pemikiran menjadikan hukum kewarisan bersifat qada’i adalah agar hukum waris dapat membangun relasi sosial secara berkesinambungan. Artinya hukum waris laksana bandul yang selalu bergoyang ke sisi kiri dan sisi kanan yaitu aspek agama dan aspek sosial. Namun hingga saat ini, hukum waris masih dipahami bersifat diyani yaitu hanya dilihat dari aspek agama saja.
Salah satu konsep hasil produksi para yuris klasik dalam hukum kewarisan adalah doktrin tentang mawani’ al-irtsi yaitu penyebab-penyebab terhalangnya ahli waris dalam menerima harta pusaka dari pewaris yang meliputi murtad (keluar dari Islam), membunuh dan zina.
Nomenklatur murtad di dalam hukum beragama hanya dikenal di dalam ajaran Islam. Orang yang murtad (keluar dari Islam) memiliki sanksi hukum baik pidana berupa dibunuh maupun perdata berupa tidak mendapatkan harta warisan. Sanksi perdata ini terkesan seolah-olah hukum waris Islam tidak berkemanusiaan dan tidak mengapresiasi nilai-nilai kebebasan beragama (freedom of religioun).
Untuk menjawab kesan tidak baik ini, perlu dirancang kembali (re-design) secara proporsional mengenai konsep mawani’ al-irtsi dari aspek agama dan aspek sosial. Harapannya agar marwah hukum waris Islam kembali kepada fitrahnya yang bersifat ramah (the smiling face) terhadap agama lain dan tidak bertoleransi terhadap perilaku kekerasan atas nama agama demi keutuhan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Selengkapnya KLIK DISINI