KONSTRUKSI HUKUM ANAK SYUBHAT
(Analisis Doktrin Wath’u Bi Syubhat Dalam Fikih Islam Serta Penerapannya Dalam Sistem Hukum Indonesia)
Oleh:
H. Rifqi Qowiyul Iman, Lc., M.Si
Dalam konstruksi hukum Islam, penetapan nasab anak memiliki kedudukan yang sangat strategis karena berimplikasi langsung terhadap hak-hak keperdataan seperti waris, nafkah, perwalian, dan identitas hukum. Salah satu doktrin penting yang mempengaruhi penetapan nasab adalah wath’u bi syubhat, yaitu hubungan seksual yang terjadi dalam kondisi kekeliruan hukum (legal mistake) yang secara syar‘i dapat ditoleransi. Doktrin ini membedakan secara tegas anak yang lahir dari hubungan syubhat (al-walad bi al-syubhah) dengan anak zina (walad al-zinā), sehingga tidak semua anak yang lahir di luar perkawinan sah secara otomatis dikategorikan sebagai anak hasil perzinaan.
Secara fikih, wath’u bi syubhat diartikan sebagai hubungan seksual yang tidak dilandasi akad nikah yang sah maupun fasid, tetapi dilakukan dalam keyakinan atau praduga bahwa hubungan tersebut diperbolehkan, seperti kesalahan identifikasi pasangan atau ketidaktahuan terhadap status hukum pernikahan. Berbeda dengan zina yang dilakukan dengan pengetahuan penuh terhadap keharamannya, wath’u bi syubhat mengandung unsur al-jahl al-ma‘fū (kekeliruan yang dapat dimaafkan) sehingga dapat melahirkan akibat hukum, termasuk pengakuan nasab.