logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 13170

FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM MEMECAHKAN PERSOALAN HUKUM

Oleh: Ruslan H.R.

(Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu)

I. Pendahuluan

Masih ada diantara aparat hukum (hakim) yang beranggapan, bahwa teori berada di kawasan yang jauh dari sesuatu yang praktis, bahkan sering menimbulkan kesan tidak praktis dan kurang membantu memecahkan persoalan-persoalan hukum secara konkret. Singkat kata teori itu menghambat, berliku-liku, bahkan memusingkan. Pendapat tersebut, tentu  tidak tepat, sebab boleh jadi anggapan/pendapat mereka itu  sudah termasuk bagian dari  sebuah teori.  Fungsi utama teori adalah  untuk  memberikan kejelasan terhadap suatu masalah. Semakin baik kemampuan suatu teori untuk menjelaskan sesuatu, semakin tinggi penerimaan orang terhadap teori tersebut. Apabila di kemudian hari muncul  teori baru yang mampu memberikan kejelasan yang lebih baikdan lebih tepat, maka teori yang lama pun akan ditinggalkan. Hal tersebut sangat lumrah dalam dunia ilmu pengetahuan.

Dalam sebuah  debat di tv-one pada  hari  Senin  (malam)tanggal 29 April 2013, yang bertajuk ”Perjuangan Machicha Mochtar Berujung Duka”, Profesor O.C. Kaligis memperlihatkan keangkuhannnya yang menganggap remeh aparat dan lembaga peradilan agama,  dengan pernyataannya ”bubarkan saja peradilan agama itu”  akibatnya sebagian warga peradilan agama merasa dilecehkan oleh bung O.C. Kaligis. Kalimat ini sebenarnya  tidak pantas diucapkan oleh seorang pengacara senior, karena tentu saja beliau sudah memiliki banyak teori dan sejuta pengalaman dalam beracara di pengadilan, dengan kalimat itu boleh jadi membuat tokoh dan ulama serta umat Islam pada umumnya perasaannya tersinggung karena terkesan seolah-olah ada pelecehan umat Islam (SARA). Bisa saja ada orang Islam yang menduga bahwa jangan-jangan O.C. Kaligis ini termasuk salah seorang  non Islam  yang tidak nyaman bila peradilan agama tumbuh dan berkembang di Indonesia ?.  Seorang pengacara senior sekelas O.C. Kaligis tentu tidak perlu diberi pengajaran lagi  bahwa  bila  merasa tidak puas atas putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan berkaitan dengan kasus mbak Chica Mochtar, pihak yang merasa dirugikan itu dapat melakukan upaya hukum banding  ke PTA Jakarta  dan seterusnya, bukan harus mengeluarkan pernyataan yang berbau SARA terhadap umat Islam. Penulis tahu persis bung O.C. Kaligis ini adalah pengacara pertama  yang menguji kemampuan pengadilan dalam hal beracara  di Indonesia. Penulis  sempat  mengenal sepintas sosok O.C. Kaligis, ketika masih  bertugas di Pengadilan Agama Makassar pada tahun 1985, ketika itu O.C. Kaligis sempat menemui penulis dan memberikan  buku Yurisprudensi MA ditambah dengan buku Retnowulan  dan  buku  M. Yahya Harahap yang berjudul Hukum Acara Perdata di Indonesia. Penulis salut dan wajar kalau diucapkan  terima kasih yang tak terhingga atas kepeduliannya itu. Mungkin cara itu dilakukan oleh O.C. Kaligis dengan maksud dan upaya ikut membantu  mencerdaskan hakim pengadilan agama di dalam memahami hukum acara perdata di Indonesia. Tapi mengapa O.C. Kaligis setelah bergelar Prof.,Dr. perilakunya berbeda, mudah-mudahan itu bukan karena kesombongan intelektual.


selengkapnya KLIK DISINI


 

.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice