Fiqih Wisata
(Telaah dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam di Wilayah Eksotis Kep.Belitung)
Oleh: Ahmad Syahrus Sikti
1. Pendahuluan: Letak Geografis, Respons dan Kontradiksi
Belitung adalah sebuah kepulauan eksotis yang berada di tepi Pulau Sumatera. Belitung terbagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah Belitung Barat dan wilayah Belitung Timur dengan Ibu kota Provinsi Bangka. Masyarakat Kep.Belitung mayoritas dihuni oleh etnis Tionghoa dan pribumi yang beragama mayoritas muslim dan sebagian beragama Nasrani. Terlepas dari perbedaan agama yang ada, Kep.Belitung mempunyai daya tarik spot wisata pantai yang indah hal ini yang menyebabkan tersedianya macam-macam hiburan bagi para pengunjung seperti hiburan musik, makanan minuman, resort, hotel, kafetaria, perjudian dan prostitusi.
Terlepas dari hal positif dan negatif Kep.Belitung sebagai objek tempat wisata, maka Islam sebagai ‘the green religious’ harus merespon kondisi geografis dan lingkungan alam sekitar dalam upaya pengejawantahan nilai-nilai Islam di dalam bermasyarakat dan bernegara. Upaya pengejawantahan nilai-nilai tersebut melahirkan karakter hukum Islam yang bersifat responsif, hedonis dan manusiawi.
Konsep fiqih wisata hadir sebagai jawaban terhadap tantangan dunia global yang menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisatawan baik domestik maupun internasional. Hal ini mengingat Negara Indonesia sebagai negara bahari yang membutuhkan kejelasan hukum Islam mengenai segala hal ikhwal yang berhubungan dengan objek wisata bahari.
selengkapnya KLIK DISINI