logo web

on . Dilihat: 2415

Gara-gara Pak Dirjen

Ketika Dirjen Badan Peradilan Agama hendak mengadakan kunjungan kerja ke Pengadilan Agama Tual (Pengadilan Agama yang terletak di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku), beliau berangkat dari Jakarta lewat tengah malam dan sampai di Bandara Pattimura Ambon sekitar jam tujuh pagi tanggal 26 Oktober 2011, hanya sekedar transit menunggu datangnya pesawat dari Tual. Saya datang dari Pengadilan Agama Masohi (Kabupaten Maluku Tengah) karena dipanggil Ketua Pengadilan Tinggi Agama untuk turut menyambut kedatangan tamu agung yang “low profile” ini.

Begitu melihat saya datang menyalami beliau di ruang eksekutif Bandara Pattimura, beliau berseloroh “Gara-gara sampeyan pak Wachid, saya harus datang ke Tual”. Memang dari mimik mukanya kelihatan beliau bercanda, tapi mendengar canda seorang Dirjen, tentu menggetarkan hati saya. Saya hanya diam dan tersenyum saja, akan tetapi pikiran ini saya ajak tafakur dan berintrospeksi, apa “kesalahan dan dosa” saya sehingga beliau menyatakan “gara-gara sampeyan”.

Berbincang dengan Pak Dirjen ketika sarapan pagi di Bandara Pattimura Ambon.

Ingatan saya melayang jauh ke tahun 2007, ketika kali pertama berjumpa beliau di Pengadilan Tinggi Agama Ambon, saat itu saya datang mewakili Pengadilan Agama Tual. Tahun itu adalah tahun-tahun awal beliau memperkenalkan sekaligus mengkampanyekan situs Badilag yang baru dibuat tahun 2006, ke seluruh Indonesia. Pak Dirjen dengan didampingi asisten mungil yang selalu diajak berkeliling Indonesia (notebook) asyik mempersentasikan dan mempromosikan menu-menu yang ada di situs Badilag.

Mungkin bagi rekan-rekan yang tinggal di wilayah tengah dan barat Indonesia, internet bukan barang baru lagi, bahkan saya yakin di antara pimpinan/pegawai pengadilan agama di kota-kota besar tentu sudah biasa dengan internet yang mudah di akses melalui laptop ataupun telpon seluler. Tapi bagi kami yang bertugas di pelosok timur Indonesia ini, tentu laptop, notebook, telpon seluler dengan GPRS, wifi dan sebagainya adalah barang “wah” yang pada tahun 2007 itu, terus terang masih banyak di antara kami yang baru mendengar namanya, tapi belum pernah menyentuhnya. Masalahanya bukan pada barang-barang tersebut, karena bisa saja kantor membelinya dari Jakarta, Surabaya atau Makassar. Akan tetapi, yang menjadi kendala utama adalah jaringan. Kalau tidak salah, tahun 2005 jaringan telpon seluler baru masuk ke Tual, namun jaringan belum bisa untuk internetan karena belum ada GPRS. Sekitar tahun 2006 jaringan internet baru masuk ke Tual, itupun banyak yang belum tahu karena kurangnya promosi dari PT Telkom.

Baru pada sekitar tahun 2007, saya nekat “mencuri” jaringan telepon kantor untuk belajar internet. Maksud saya, saat itu adanya hanya telepon kantor yang bisa dipakai untuk internetan. Jadi terpaksa harus bisa menyiasati waktu agar kegiatan belajar internet tidak mengganggu kegiatan kantor. Misalnya, hari-hari libur atau setelah istirahat siang, dimana saat itu biasanya telepon jarang digunakan.

Mulai saat itu saya baru mengenal situs Badilag.net. Namanya juga situs baru, tentu menu-menunya tidak sebanyak sekarang. “Updating” beritanya saja (mohon maaf) masih seminggu sekali. Tapi membaca situs badilag saat itu merupakan kebanggaan bagi kami. Betapa tidak, berbagai informasi mengenai peradilan agama bisa kami dapatkan langsung dari sumbernya.  Diam-diam (sebelum Pak Dirjen berkunjung ke Ambon) saya sudah mengkampanyekan internet dan situs Badilag kepada teman-teman kantor. Tentu saja sebagai “pencuri yang baik”,  saya juga mengajarkan kepada rekan-rekan supaya pandai-pandai mencuri waktu, jangan sampai kita “dimarahi” Pengadilan Tinggi Agama Ambon gara-gara teleponnya tidak bisa konek ke Pengadilan Agama Tual karena kami pakai untuk internetan.

Saya juga mulai belajar membuat e-mail lalu mengajarkan kepada rekan-rekan supaya mereka mengirim surat/laporan ke Ditjen Badilag melalui e-mail. Alhamdulillah rekan-rekan di Pengadilan Agama Tual bisa menangkap pelajaran praktis yang saya berikan sehingga mereka mulai akrab dengan namanya e-mail. Sekalipun begitu pengiriman surat melalui pos tetap kami lakukan, karena biasanya masih ada yang “marah” dan menegur kami kenapa laporan bulanan kami terlambat dikirim.

Nah, pada tahun 2007 ketika Pak Dirjen mempresentasikan website Badilag tadi, Alhamdulillah, saya bisa konek dengan penjelasan beliau, karena memang saya dan teman-teman di Pengadilan Agama Tual sudah merasakan asyiknya menelusuri menu-menu Badilag.net saat itu. Pak Dirjen pada saat beraudiensi sempat menanyakan kepada kami, apakah di daerah kami bisa mengakses internet dan apa kendala-kendala yang dihadapi. Ketika beliau mengetahui bahwa kami dari pojok timur tenggara Indonesia, dari daerah terpencil bisa dan biasa mengakses Badilag.net, beliau sangat mengapresiasi dan menyatakan keinginannya untuk berkunjung ke Pengadilan Agama Tual.

Sejak saat itulah, saya banyak mendengar Pengadilan Agama Tual sering disebut-sebut oleh Pak Dirjen pada berbagai forum nasional. Dugaan saya, bukan maksud Pak Dirjen menyatakan bahwa Pengadilan Agama Tual itu excellent (apalagi saat itu Pengadilan Agama Tual dan Pengadilan Agama lainnya di Maluku belum memiliki website sendiri), akan tetapi nampaknya beliau ingin memotivasi kepada banyak peradilan agama lain di kota-kota besar yang fasilitasinya jauh lebih baik dan lebih memadai dari pada kami yang berada di daerah terpencil agar tidak ketinggalan informasi. Itu saja!

Foto bersama Pak Dirjen dan keluarga besar PTA Ambon. Saya berdiri persis di belakang Pak Dirjen.

Pada saat Rakernas Akbar tahun 2008 lalu, saya bersama dengan Pak Tamat, Ketua Pengadilan Agama Tual yang baru, kebetulan bertemu dengan Pak Dirjen saat hendak sarapan pagi. Tiba-tiba Pak Dirjen menyapa saya, “Bagaimana Tual”? Saya menjawab, “Maaf Pak Dirjen, sejak bulan Juli 2008 saya sudah di mutasikan ke Pengadilan Agama Masohi, dan ini Pak Tamat, Ketua Pengadilan Agama Tual yang baru menggantikan saya”. “Wah, sayang tuh, sebentar nanti Pengadilan Agama Tual akan mendapat penghargaan lho, jadi bukan Sampeyan yang terima”, kata Pak Dirjen.

Ternyata Pak Dirjen tidak bercanda, karena siang harinya benar-benar Pengadilan Agama Tual mendapatkan penghargaan dengan kategori Pengadilan Agama yang menggunakan internet untuk menunjang tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Pada Tamat pun maju kedepan menerima hadiah berupa “note book” dari Pak Dirjen.

Alhamdulillah, saya ikut bersyukur karena dua hal: pertama karena Pengadilan Agama Tual yang berada di daerah terpencil dan sulit transportasinya (saat itu)  mendapatkan penghargaan Dirjen. Sekalipun yang menerima hadiah di forum itu bukan saya, saya tidak peduli, karena dari awal saya tidak ada niat sama sekali untuk mencari hadiah. Bagi saya, pak Dirjen menyebut nama pengadilan Agama Tual -yang selama ini tidak pernah diperhitungkan orang- di berbagai forum itu sebenarnya sudah merupakan penghargaan yang luar biasa. Ah, yang penting lembaganya, bukan orangnya;  Dan yang kedua, saya bersyukur dan bangga terhadap keseriusan Pak Dirjen mengkampanyekan Teknologi Informasi  demi kemajuan peradilan agama, dan sebagai komitmen dan apresiasinya, beliau juga memberi penghargaan kepada peradilan agama yang merespon positif seruan beliau.

Barangkali karena nama saya sudah begitu dikenal oleh Pak Dirjen identik dengan Pengadilan Agama Tual, sehingga waktu bertemu dengan saya di Bandara Pattimura Ambon pagi itupun beliau masih mengaitkan saya dengan Pengadilan Agama Tual. “Gara-gara Sampeyan Pak Wachid, saya harus ke Tual”!  Saya saat itu hanya diam dan senyum-senyum saja karena sedang introspeksi. Akan tetapi setelah saya mendapatkan kembali seluruh memori tersebut di atas, saya justru ingin mengatakan, bahwa  gara-gara Pak Dirjen yang sering “menjual” Pengadilan Agama Tual di berbagai forum nasional, PA Tual jadi terkenal di seluruh Indonesia. (Salah satu contoh apresiasi yang paling aktual adalah berita yang dimuat Badilag berikut: http://badilag.net/component/content/article/315-berita-kegiatan/8759-pa-tual-dari-pojok-indonesia-mengharumkan-peradilan-agama-2710.html. Lihat, betapa prestisiusnya judul berita yang dimuat di situs Badilag.net tersebut).  Sekarang ini, dimana semua peradilan agama sudah akrab dengan Teknologi Informasi, mempunyai website sendiri, bahkan mendapatkan apresiasi luar biasa dari dalam dan luar negeri, saya kira semua warga peradilan agama di seantero Indonesia akan sepakat dengan saya untuk menyatakan dengan bangga, bahwa semua ini GARA-GARA PAK DIRJEN!

___________________________________________

* Penulis adalah Ketua Pengadilan Agama Masohi 2008–2011

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice