PA Sukamara Perdana Menerima Perkara
Petugas PTSP PA Sukamara saat melayani para pencari keadilan
Sukamara | PA Sukamara
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang berada di bawah Mahkamah Agung RI bersama dengan 3 badan peradilan lainnya yaitu : Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha (vide. Pasal 2 UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di tingkat pertama, Peradilan Agama dilakukan oleh Pengadilan Agama. Pengadilan Agama sebagaimana pula Pengadilan Negeri, berkedudukan di Kotamdya/Kabupaten dan dibentuk berdasarkan Keppres (vide. Pasal 7 UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).
Dan alhamdulillah pertanggal 20 April 2016 lalu, Pengadilan Agama Sukamara telah dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 13 Tahun 2016, dan secara de jure pun bersama dengan 85 pengadilan baru lainnya telah diresmikan oleh YM. Ketua Mahkamah Agung RI Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2018, meskipun secara de facto baru per hari Senin tanggal 26 November 2018 lalu di resmikan oleh Bupati Sukamara dengan disaksikan oleh ketua Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Tengah.
Akan tetapi sungguhpun telah ada atau telah dibentuk Pengadilan Agama Sukamara di Kabupaten Sukamara, lantas bukan berarti kemudian Pengadilan Agama Sukamara mengharapkan akan banyak dibanjiri oleh perkara yang masuk/daftar. Sebab sesungguhnya banyaknya perkara pada suatu pengadilan justru mengesankan negatif keadaan masyarakat di kabupaten tempat berkedudukannya suatu pengadilan tersebut. Olehnya itu kalau dalam hukum perdata dikenal azas hakim harus bersifat pasif, maka demikian pula, dalam penerimaan perkara suatu pengadilan in casu Pengadilan Agama Sukamara pun harus bersifat pasif atau menunggu inisiatif dari pencari keadilan yang akan mendaftarkan perkaranya.
Adanya suatu peradilan di suatu kabupaten, selain merupakan amanat Undang-Undang, pun sesungguhnya merupakan representasi dari hadirnya Negara dalam hal pelayanan hukum bagi warga negaranya sebagaimana amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Namun demikian, ketentuan Pasal 10 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekauasaan Kehakiman menegasikan “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”, karena memang Hakim oleh hukum dianggap tahu hukum (ius coris novit).
Dua belas hari pasca diresmikan, tepatnya pada hari Jum’at tanggal 7 Desember sekira pukul 10.00, Pengadilan Agama Sukamara didatangi pendaftar perdana yang kebetulan perkara perdana yang daftar adalah Cerai Gugat yang diajukan terhadap Tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya yang jelas dan pasti di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat trisula tujuan hukum yakni : keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, maka dalam konteks perkara perdana yang daftar di atas, Pengadilan Agama Sukamara menjadi solusi hukum bagi pengaju/Penggugat. Sebab dengan diterima, diperiksa, diadili, diputus dan diselesaikannya perkara yang diajukan oleh Penggugat tersebut nantinya, maka setidaknya Penggugat akan mendapatkan kepastian hukum, setelah sekian lama sebelumnya merasa tidak pasti/jelas status hukumnya dalam suatu ikatan perkawinan, istri bukan janda pun bukan, sehingga untuk melakukan perbuatan hukum pun Penggugat menjadi ragu semata karena status perkawinannya yang tidak pasti tersebut.
“Saya sedianya mau mengajukan di Pengadilan Agama Pangkalan Bun, tapi ternyata saat saya mengurus izin di Kantor BKD, saya melihat Papan Nama dan Spanduk Pengadilan Agama Sukamara, makanya saya mengajukan di Pengadilan Agama Sukamara”, cerita Pencari keadilan tersebut kepada Petugas PTSP Pengadilan Agama Sukamara di awal ia hendak mengajukan perkaranya di Pengadilan Agama Sukamara.
Perlu diketahui bahwasannya dalam Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebutkan :
“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah”.
Dan dalam penjelasan angka 37 Pasal 49 Huruf a UU No. 3 Tahun 2006 tersebut dijelaskan :
“Yang dimaksud dengan Perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut Syari’ah, antara lain :
izin beristri lebih dari seorang;
izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
dispensasi kawin;
pencegahan perkawinan;
penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
pembatalan perkawinan;
gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
perceraian karena talak;
gugatan perceraian;
penyelesaian harta bersama;
penguasaan anak-anak;
ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan abnak bilamana bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak mematuhinya;
penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
pencabutan kekuasaan wali;
penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;
penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
pembetukan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaanya;
penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain”
Sedangkan pada Huruf i dijelaskan :
”Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syari’ah, meliputi :
Bank syari’ah;
Asuransi syari’ah;
Reasuransi syari’ah;
Reksadana syari’ah;
Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
Sekuritas syari’ah;
Pembiayaan syari’ah;
Pegadaian syari’ah;
Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah;
Bisnis syari’ah dan;
Lembaga keuangan mikro syari’ah”
Akhirnya, teriring doa semoga Pengadilan Agama Sukamara sepi dari menerima perkara, akan tetapi kalaupun menerima perkara semoga Pengadilan Agama Sukamara dapat memberikan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum bagi para pencari keadilan. Amin. (Arw/skr)