logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

KPA Pelaihari:  Waspadai Penyelundupan Hukum  dalam Isbat Nikah

HM. Jati Muharramsyah sebagai nara sumber duduk sebelah kanan KPA Pelaihari (foto:Uchuf)

Diskusi di PA Pelaihari kali ini Kamis (23/5/2013) membedah permasalahan isbat nikah. Tema ini diambil karena perkara istbat nikah dipandang menarik dan selalu aktual. Tampil sebagai nara sumber HM Jati Muharramsyah selaku hakim C-1 di PA Pelaihari.

Pria kelahiran Jakarta 37 tahun silam, termasuk yang berpendapat tidak perlu ada batasan tentang tahun mengenai para pihak yang ingin mengajukan istbat nikah di PA Pelaihari. Nara sumber tetap pada pendiriannya sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 3 KHI bahwa Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:

  1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
  2. Hilangnya akta nikah.
  3. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan.
  4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU Nomor 1Tahun 1974.
  5. Dan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974.

Senada dengan nara sumber, H. Sugian Noor juga berpendapat bahwa sangat sulit rasanya membatasi perkara istbat nikah apalagi kesalahan dari pihak petugas yang lalai tidak mencatatkan. Yang bisa dilakukan oleh pengadilan adalah membatasi kriteria tertentu pada Meja I. Sekiranya pernikahan tersebut sesuai dengan hukum Islam, maka bisa diterima. Namun sepanjang syarat dan rukunnya tidak terpenuhi Meja I perlu untuk memfilternya.

Sedangkan Syahrul Ramadhan berpendapat Meja I tidak ada kewenangan untuk menolak atau menerima perkara. Semua perkara harus diterima oleh Meja I urusan perkara itu diterima atau ditolak, merupakan wilayah hakim.

Untuk menengahi permasalahan yang kian mamanas Ketua PA Pelaihari (Drs. H. Tarsi, S.H., M.H.I.) membuka cakrawala berfikir para hakim dengan cara mengajak membuka kembali catatan Rakernas 2008.

Pada saat itu pernah ada gagasan untuk membatasi istbat nikah yang bisa diterima hanya pernikahan yang dilangsungkan sebelum 1974, namun hal ini mendapat tanggapan keras dari peserta daerah. Di daerah (pencatatan nikah) masih terkendala baik jarak, biaya maupun kesadaran hukum masyarakat.

Suasana diskusi Hakim PA Pelaihari (foto:Uchuf)

Ketua sangat menekankan bahwa dalam menangani perkara istbat nikah hakim harus waspada jangan sampai ada penyeludupan hukum di dalamnya. Sangat berbahanya dan beresiko jika hakim sampai mengabulkan istbat nikah yang tidak terpenuhi syarat dan rukunnya. Seperti istbat yang dilakukan oleh janda/duda nanun tidak mampu membuktikan janda/dudanya.

Acara diskusi berjalan lancar masing-masing hakim dapat berpendapat menurut faham dan keilmuannya. Bisa jadi seorang hakim berbeda pendapat dengan ketua majelis bahkan dengan  pimpinan. Hal itu sudah terbiasa dalam forum diskusi PA Pelaihari. Diskusi yang dimulai pukul 09.00 berakhir pukul 12.00 WITA. (Muh).

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice