“Peradilan di Indonesia Belum Dimuliakan”
Ansyahrul, S.H., M.Hum (Foto: Tempo.co)
Tangerang | www.pta.babel.net
Apakah memang peradilan harus dimuliakan? Dan apakah peradilan di Indonesia belum dimuliakan, sehingga harus dimuliakan?
Itulah dua pertanyaan yang dilontarkan oleh mantan Kepala Badan Penagawasan MA dan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Ansyahrul, SH, M.Hum ketika mengawali penyampaian materinya sebagai narasumber dengan topik Pemuliaan Peradilan dalam Acara Sosialisasi/Koordinasi Sistem Pengelolaan Pengaduan dan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI di Hotel Aryaduta Tangerang, Selasa (11/6/ 2013).
Kegiatan tersebut berlangsung selama empat hari, 10-13 Juni 2013 dan diikuti oleh 197 orang peserta. Mereka terdiri dari Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Banding, Hakim Tinggi, Panitera/Sekretaris, Pejabat Pembuat Komitmen dan Panmud Hukum Pengadilan Tingkat Banding Sewilayah I (Sumatera), sebagian Wilayah II dan Wilayah III (Jawa dan Kalimntan) dari keempat Badan Peradilan di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia dan merupakan Angkatan III atau terakhir untuk tahun 2013.
Menurut Ansyahrul, kenyataannya peradilan di Indonesia belum dimuliakan, sehingga harus dimuliakan. Selain itu, kekuasaan peradilan juga belum mendiri dalam arti yang sesungguhnya karena masih dirasakan adanya intervensi dari kekuasaan lain.
Dikatakan selanjutnya bahwa dalam pembagian kekuasaan negara, legislatif dan eksekutif adalah jasadnya negara.”Sedangkan yudikatif adalah ruhnya,” ia menegaskan.
Di Indonesia, hakim masih belum jelas statusnya. Di satu segi dikatakan sebagai pejabat negara tertentu, namun di lain segi dianggap Pegawai Negeri Sipil.
Paradigma yang harus mulai dihilangkan ialah hakim sebagai aparat penegak hukum. Seharusnya hakim adalah hakim itu sendiri. “Makanya yang harus diperjuangkan bukan hakim sebagai pejabat negara, tetapi hakim sebagai hakim,” tandasnya.
Ada banyak kejanggalan di Indonesia. Misalnya, dalam urusan kependudukan seperti di E-KTP, jabatan hakim tidak diakomodir.
Akibat kebebasan yang berlebihan, sidang pengadilan juga bisa disiarkan langsung. “Di Amerika Serikat, jangankan untuk disiarkan langsung, membawa kamera saja ke dalam ruang sidang tidak diperbolehkan,” ungkapnya.
Selain Ansyahrual, nara sumber lainnya adalah Komisioner KPK Dr. Bambang Widjayanto, SH,MH. Ia menyampaikan materi berjudul “Peran Pengawasan Internal dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.”
Dr.H.Sunarto,SH.M.Hum, Inspektur Wilayah II Bawas MA, menyampaikan materi berjudul “Pedoman Pelaksanaan Penanganan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan dan Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan serta Pedoman Penanganan Pengaduan melalui Layanan Pesan Singkat (SMS)”.
Lilik Srihartati, SH, MH, Sekretaris Bawas MA, menyajikan materi berjudul “Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI, Evaluasi LAKIP, SKI, Pakta Intergritas dan Audit Kinerja.” Selain itu, Setyawan Hartono, SH menyampaikan materi berjudul “Tata Cara Pemeriksaan Kasus dan Penyusunan LHP”.
Di samping materi-materi tersebut, juga ada materi khusus mengenai SIADPA untuk peradilan agama dan Sistem Informasi Penulusuran Perkara (CTS) untuk peradilan umum. Para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerima materi tentang pembahasan temuan BPK, BPKP dan TGR serta pembahasan masalah keuangan.
(Humas PTA Babel)
.