logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on . Dilihat: 6734

Pembinaan Ketua MARI, Bedah Visi dan Misi Mahkamah Agung

Tampak Ketua MARI (Dr. H. M. Hatta Ali, S.H, M.H.) didampingi Wakil Ketua MARI bidang Non Yudisial dan Ketua Muda Pembinaan MARI sedang menyanyikan Lagu Kebangsaan RI "Indonnesia Raya" sebelum acara pembinaan dimulai.

Samarinda | www.pta-samarinda.net [22/05/2013]

Masih dalam rangkaian acara peresmian 39 gedung kantor dari 4 lingkungan peradilan di seluruh Indonesia, pada malam harinya mulai pukul 20.00 WITA bertempat di hotel Bumi Senyiur, Samarinda, Ketua MARI (Dr. H.M. Hatta Ali, S.H, M.H.) menggelar pembinaan kepada seluruh warga peradilan se-Kalimantan Timur dan beberapa Pengadilan peserta peresmian.

Berdasarkan laporan Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur (H. Suryadharma Belo, S.H.), peserta pembinaan yang hadir terdiri dari Hakim Tinggi PT dan PTA Samarinda, seluruh Pansek PT/PTA Samarinda, Ketua dan Pansek PN/PA se-Kalimantan Timur, Ketua, Hakim, dan Pansek PTUN Samarinda, Hakim Militer I-07 Balikpapan, dan beberapa Ketua dan pansek peserta peresmian dari Pengadilan seluruh Indonesia. Dalam laporannya, Ketua PT Samarinda juga menyampaikan rasa terima kasih kepada YM. Ketua MARI beserta rombongan atas pelaksanaan kegiatan pembinaan ini teriring harapan melalui pembinaan ini dapat memberikan dampak positif untuk bekerja lebih profesional lagi.

Dalam pembinaannya, Hatta Ali menyampaikan bahwa kegiatan pembinaan ini merupakan program kerja seluruh pimpinan, tidak hanya di MA tapi juga di seluruh pengadilan di bawah MA. Karenanya Hatta Ali berharap dalam rangka reformasi birokrasi, agar seluruh pimpinan di Pengadilan dapat melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengarahan kepada bawahannya paling tidak sebulan sekali. Hal yang perlu diingat adalah dari setiap kegiatan pembinaan dan pengarahan yang dilaksanakan, harus setidaknya didokumentasikan seperti daftar hadir, notulen, dokumentasi dan publikasi, keputusan/hasilnya, evaluasi dan solusi tindak lanjutnya. “Para Ketua, mohon dicatat ya, ini sangat penting”, perintah Hatta Ali.

Kelemahan MA dan peradilan dibawahnya dalam rangka Reformasi dan Birokrasi adalah kurangya dokumentasi sebagai pembuktian dari apa yang telah dijawab dalam quesioner yang diberikan oleh Tim Penilaian RB dari Menpan. “Dari beberapa provinsi yang telah diambil sebagai sampel oleh Tim Quality Assurance RB, ada beberapa provinsi yang memperoleh hasil memuaskan, ada yang kurang memuaskan, bahkan ada juga ada yang sangat tidak memuaskan”, ungkap Hatta Ali.

Berdasarkan laporan dari Badan Pengawasan, masih ada beberapa pertanyaan untuk pimpinan pengadilan yang bisa dijawab tapi tidak dapat membuktikannya. Misalnya untuk pertanyaan apakah ada kegiatan pengarahan dan sosialisasi yang dilaksanakan minimal sekali dalam sebulan?. Pada saat interview dan pengisian quesioner menjawab benar, tapi ketika dilakukan pemeriksaan fisik terhadap bukti pelaksanaannya, tidak ada sama sekali. Dalam pembinaannya kali ini, Hatta Ali kembali mengajak untuk memahami betul visi dan misi MA. Dalam pencapaian dari visi dan misi ini, MA telah membuat blue print (Cetak biru Mahkamah Agung) jangka panjang 2010-2035. “Menurut saya pribadi sih, waktu 25 tahun dalam blue print tersebut terlalu lama. Jika kita bisa mempercepatnya, kenapa tidak” tegas Hatta Ali.

Dalam perwujudan visi MA yakni mewujudkan Badan Peradilan Indonesia yang Agung, MA telah menetapkan 4 misinya. Misi pertama adalah Menjaga kemandirian badan peradilan. Misi ini merupakan dasar dan asas yang universal yang dimiliki seluruh badan peradilan di seluruh Negara di dunia. Independensi kekuasaan kehakiman, telah dijamin oleh konstitusi meskipun dalam perjalannya pernah mengalami gejolak dengan banyaknya campur tangan pemerintah (eksekutif).

Mulai Undang-undang No. 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakmiman misalnya pada pasal 17 disebutkan bahwa untuk masalah organisatoris, financial dan administrasi masih menginduk kepada Kementrian masing-masing. Peradilan umum dan TUN dibawah Kementerian Hukum dan HAM, Peradilan Agama dibawah Kementerian Agama, dan Militer dibawah Mabes TNI. Sehingga pada undang-undang ini masih tampak adanya dualisme.

Ibarat badan yang terbagi dua, otaknya berada di MA sementara badannya ke Kementerian masing-masing.Kemudian lahir UU No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung. Namun  dalam UU ini masih ada pasal yang menyebutkan keterlibatan pemerintah terhadap kemerdekaan hakim seperti dalam pencalonan hakim agung. Pada masa reformasi, seluruh unsur pemerintahan terutama legislatif dan yudikatif menuntut adanya kemandirian dan terlepas dari campur tangan pemerintah, dan keluarlah Undang-undang Nomor 35/1999 tentang perubahan atas UU No. 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakmiman.

Namun demikian, ternyata kemandirian kekuasaan kehakiman tidak dapat serta merta diperoleh, hingga keluarlah UU No. 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung. Pasca keluarnya UU ini, maka seluruh peradilan dalam rangka pelaksanaan kekuasaan kehakiman menjadi satu atap di bawah MA. Namun lagi-lagi dalam proses perjalanannya, penyatuan seluruh peradilan di bawah MA dilaksanakan secara bertahap mulai dari Peradilan Umum, Agama, TUN dan terakhir Militer dengan tetap untuk masalah finansial belum juga bisa mandiri dan masih menginduk ke Kementerian Keuangan.

Pada tahun 2007, MA ditunjuk sebagai pilot project untuk menerima tunjangan remunerasi yang baru dapat dibayarkan pada tahun 2008, hingga saat ini dengan keluarnya PP 94/2012, hakim sudah bisa sedikit sombong karena lebih sejahtera dan cukup kaya. Oleh karena itu, sudah saatnya Hakim saat ini membiasakan diri tangan atas (banyak memberi). “Saya harap Hakim tidak lagi mau menerima pemberian dari para pihak, tetapi bila perlu sebaliknya membayarkan biaya perkara para pihak”, Hatta Ali sedikit intermeso. Misi kedua adalah Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan.

Dalam rangka memenuhi rasa keadilan, maka setiap pengadilan harus menyediakan satu ruangan khusus untuk layanan informasi dan pengaduan. Minimal disediakan satu meja dengan satu orang penjaga untuk layanan tersebut. “Tolong dicatat, dan pulang dari sini segera laksanakan” himbau Hatta Ali. Penerapan one day publish terhadap putusan Pengadilan dengan memasukannya ke dalam direktori putusan, akan membantu dan memudahkan masyarakat pencari keadilan dalam mengetahui apakah perkaranya telah diputus atau ditolak.

Masyarakat tidak perlu lagi datang langsung ke Pengadilan, cukup melakukan browsing melalui internet.  Misi Ketiga adalah Meningkatkan kualitas kepemimpinan Peradilan.  Pimpinan Pengadilan merupakan indikator keberhasilan dari badan peradilan yang dipimpinnya. Sehingga Piminan di Pengadilan harus memenuhi persyaratan, memiliki kemampuan teknis, kewibawaan, integritas dan berbakat sebagai pemimpin. Oleh karea itu pimpinan MA telah membuat kebijakan, untuk dapat menduduki pimpinan di Kelas IA dan kelas IA khusus, harus melalui fit and proper test dan memiliki kualitas dari beberapa putusan yang telah dihasilkannya.

Misi Keempat adalah Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Peradilan. “Saya menghimbau kepada seluruh warga peradilan khususnya yang hadir, agar kembali membuka dan memahami SKMA No. 144/2007 dan SKMA No. 1-144/2011 tentang keterbukaan informasi di Pengadilan. Bila perlu, pimpinan segera memmbentuk kelompok kerja (Pokja) atau forum diskusi untuk mendalami kedua peraturan ini sekaligus merumuskan langkah-langkah nyata dalam rangka transparansi. Hakim saat ini menjadi sorotan publik, Kesalahan-kesalahan kecil yang diperbuat, sering dibesar-besarkan media. “Seluruh gerak-gerik Hakim di awasi masyarakat, karenanya dimanapun dan kapanpun hakim berada harus dapat menempatkan diri”, tegas Hatta Ali.

Tampak Para Hakim Agung (Photo kiri) dan Para Pejabat Eselon I Mahkamah Agung (Photo kanan), serta para peserta serius dan antusias mengikuti pembinaan yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung RI.

Menanggapi pertanyaan dari salah satu Hakim Tinggi PT Samarinda perihal kasus Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Hatta Ali menegaskan bahwa Pengadilan sebagai salah satu institusi publik maka Pengadilan harus tunduk kepada UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Disitu telah diatur, apabila ada masyarakat atau sekelompok orang bertanya atau meminta informasi, maka apabila tidak dijawab maka dapat melaporkannya ke komisi informasi yang ada di Pusat dan di daerah. Komisi Informasi akan memanggil pemberi informasi, masih belum puas dapat mengajukan keberatan dengan menggugatnya di PTUN. [Aawan]

.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice