logo web

Dipublikasikan oleh Abdul Rahman pada on . Dilihat: 1487

Materi Sensitifitas Gender Masuk dalam Ujian Kelayakan Pimpinan Pengadilan

 

Jakarta| badilag.mahkamahagung.go.id (15/9/2017)
Dirjen Badilag Dr. H. Abdul Manaf, S.H., M.H sangat setuju bila materi sensitifitas gender masuk dalam ujian kelayakan pimpinan peradilan agama. Hal itu ia sampaikan ketika menerima kunjungan delegasi dari Family Court of Australia (FcoA) Leisha Lister, Cate Sumner dan Senior Adviser AIPJ Wahyu Widiana di ruang kerjanya, Jum’at. (15/9/2017).
“Pimpinan pengadilan agama harus memahami dengan benar isu sensitifitas gender ini. Jangan sampai ada pimpinan pengadilan agama salah dalam menangani perkara perempuan dan anak,” tegas Abdul Manaf.
Leisha Lister mengutarakan nanti akan diadakan pelatihan tentang sensitifitas gender. Materi apa saja yang akan diberikan pada pelatihan tersebut akan dibahas bersama dengan Kelompok Kerja Perempuan dan Anak.

Pada tahun 2016, Mahkamah Agung RI melalui surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 88/KMA/SK/V/2016, membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan dan Anak. Tugas utama Pokja ini adalah mempersiapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan kemampuan peradilan dalam menangani masalah perempuan dan anak yang bermasalah dengan hukum.
Dalam pelatihan sensitifitas gender ini nantinya akan dimasukkan materi tentang kajian terhadap putusan pengadilan. Saat ini lagi dicari putusan-putusan yang cocok.
“Paling tidak ada dua hal yang hendak dicapai dalam pengkajian putusan tersebut. Pertama, memahami bagaimana penanganan perkara perempuan dan anak secara tepat dan benar. Kedua, diharapkan di masa yang akan datang kesalahan-kesalahan penanganan perkara dapat dihindarkan,” jelas Leisha Lister.


Selain isu soal materi pelatihan bagi hakim, persoalan pendataan menjadi topik diskusi antara delegasi dari FCoA dan Dirjen Badilag. Cate Sumner menjelaskan bahwa selain perkara cerai gugat dan perkara cerai talak, tidak diketahui secara akurat berapa jumlah pihak perempuan dan laki-laki. Di peradilan agama ada sekitar seratus enam puluh lebih perkara tersebut.
“Bila perkara cerai gugat, kita dapat dengan mudah mengetahui pihak penggugatnya adalah perempuan dan juga begitu pada perkara cerai talak maka pihak penggugatnya adalah laki-laki. Sementara itu, pada perkara lain seperti perkara harta bersama, hadhonah, itsbat nikah, dan sebagainya susah untuk mendata jenis kelamin para pihaknya,” ujar Cate Sumner.
Cate Sumner mengusulkan perlu adanya formulir yang sama untuk menginput data para pihak dalam aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP). Ketika informasi jenis kelamin ini telah terinput dalam aplikasi SIPP itu, nantinya akan dengan mudah menelusuri data statistik jumlah perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Dengan pendataan yang benar dan akurat nanti diharapkan peradilan agama memiliki data berapa jumlah perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
“Ketersediaan data tentang perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan dipergunakan untuk membuat kebijakan yang tepat di masa mendatang,” jelas Cate Sumner.
[Rahmat Arijaya & Hirpan Hilmi]

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice