logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on . Dilihat: 2061

Diskusi Teknis Yustisial Badilag: YM Yasardin Menyampaikan Materi Tentang Permasalahan Hukum Ekonomi Syari’ah
New Picture 1

Jakarta | badilag.mahkamahagung.go.id

Memasuki seri ke IV Diskusi Teknis Yustisial, Badilag menghadirkan Yang Mulia Dr. Yasardin, S.H., M.Hum. sebagai pembicara, Jum’at, 26 Juni 2020.

Dimulai tepat pukul 09.00 WIB, seperti biasa acara dibuka langsung oleh Dirjen Badilag, Dr. Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H.. dan dimoderatori oleh Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama, Dr. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag.

Dalam paparannya, YM Yasardin mengulas permasalahan hukum ekonomi syari’ah melalui analisa terhadap 4 perkara ekonomi syari’ah yang berbeda.   “Dalam kesempatan kali ini, saya akan berbicara tentang permasalahan ekonomi syar’iah dengan mengangkat 4 perkara ekonomi syari’ah yang perkaranya naik sampai tingkat kasasi, sehingga persoalan ini merupakan persoalan konkrit” ungkapnya membuka diskusi.

Studi Kasus Konkrit

Kasus pertama adalah perkara koprasi syariah. Penggugat adalah seorang guru swasta, sedangkan Tergugat I adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Tergugat II, Ketua Koperasi dan Tergugat III adalah suami Tergugat II sebagai pemilik jaminan. Dalam perkara ini sebagaimana didalilkan Penggugat, antara Penggugat dan Tergugat telah terdapat hubungan hukum dengan adanya Akad Perjanjian Simpanan Berjangka yang dilakukan sebanyak 5 kali dengan total pembiayaan sebesar Rp 620.000.000,- (Enam ratus dua puluh juta rupiah), dan setelah semua akad jatuh tempo/berakhir, Penggugat tidak dapat menarik seluruh simpanannya berikut bagi hasil yang dijanjikan. Dalam kasus ini yang menjadi pembahasan adalah amar putusan pengadilan banding yang menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum berupa wanprestasi. Artinya, menurut majelis hakim wanprestasi itu adalah bagian dari Perbuatan Melawan Hukum. Diskusi kemudian mengulas tentang permasalahan, apakah wanprestasi adalah bagian dari Perbuatan Melawan Hukum atau ia berdiri sendiri-sendiri kaitannya dalam hukum ekonomi syari’ah.

Kasus kedua adalah perkara Perlawanan Terhadap Eksekusi Lelang (Parate Eksekusi), Pelawan dalam hal ini berhadapan dengan KSPP Syari’ah sebagai Terlawan I, Pemerintah Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Sebagai Terlawan II.

Dalam perkara ini, Terlawan I telah memberikan fasilitas pinjaman kepada Pelawan sebesar Rp 200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah ) untuk jangka waktu 12 bulan dengan biaya sewa / bagi hasil sebesar Rp 5.000.000,- ( lima juta rupiah ) per bulan. Untuk menjamin pembayaran, Pelawan memberikan jaminan pada Terlawan I berupa tanah bersertifikat. Oleh karena pelawan wanprestasi, maka jaminan tersebut dilelang oleh kantor lelang atas permohonan Terlawan I, Pelawan sebagai pihak dalam perkara tersebut. Dalam perkara ini, Pelawan mempersoalkan tentang pelaksanaan penjualan lelang seharusnya adalah pengadilan Negeri. Menurut Pelawan, lelang tanah rumah dengan atau penjualan di muka umum atas barang milik pelawan, harus terlebih dahulu di sita oleh pengadilan negeri setempat. Diskusi dalam perkara ini adalah mengenai akad pembiayaan yang diberikan kepada Pelawan adalah produk pembiyaan dengan akad ijaroh muntahiyah bittamlik, berdasarkan alat-alat bukti tentang perjanjian dan keterangan saksi terdapat kontradiksi. Kontradiksi dimaksud adalah adanya Perjanjian yang disebutkan akad perjanjian pinjaman permodalan dengan klausul bagi hasil / sewa tetapi Saksi Pelawan menyebutkan perjanjian adalah dalam bentuk produk Ijarah Muntahiyah Bittamlik.

Kasus ketiga adalah perkara Asuransi Syari’ah. Para Penggugat berhadapan dengan Bank Syari’ah sebagai Tergugat, Direktur Utama Bank Syari’ah sebagai Tergugat II dan PT. Asuransi Syari’ah sebagai Tergugat III. Para Penggugat merupakan ahli waris yang sah dari Fulan, Pada suatu hari Fulan mengadakan Akad Pembiayaan Musyarakah dengan Tergugat I dan Tergugat II untuk penambahan modal kerja, dengan jumlah pembiayaan Musyarakah senilai Rp. 700.000.000 untuk jangka waktu selama 12 (dua belas) bulan dengan agunan tanah bersertifikat. Pada saat berjalannya pelaksanaan pembayaran pembiayaan Musyarakah, suatu hari kemudian Fulan meninggal dunia karena sakit sehingga menyebabkan terhentinya pembiayaan Musyarakah tersebut.

New Picture

Pada saat pembuatan dan penandatanganan Akad Pembiayaan Musyarakah, Tergugat I dan Tergugat II mewajibkan kepada Almarhum untuk membayar biaya administrasi senilai Rp. 8.750.000,-, notaris senilai Rp. 1.500.000,-, asuransi jiwa senilai Rp.2.170.000,-, asuransi kebakaran senilai Rp.1.189.408,- dengan total Rp.13.609.408,-. Keseluruhan biaya tersebut diatas telah dibayar lunas oleh Alm. Fulan. Tergugat I dan Tergugat II menyampaikan Surat Peringatan III (terakhir) yang dikirimkan kepada Para Penggugat pada tanggal 22 Mei 2012, dimana pada Surat Peringatan Tergugat I dan Tergugat II, pada pokoknya menegaskan Tunggakan pembiayaan Alm. Sebesar Rp.752.000.000, penyelesaian tunggakan tersebut paling lambat pada tanggal tertentu, dan jika dengan batas waktu tersebut belum juga menyelesaikannya maka agunan yang telah diserahkan kepada Tergugat I dan Tergugat II akan segera diajukan lelang kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Disebabkan Almarhum telah memenuhi kewajibannya untuk memperoleh fasilitas Akad Pembiayaan Musyarakah yaitu dengan membayar biaya Asuransi Jiwa sebesar Rp.2.170.000, maka berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatas secara yuridis Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah salah dan lalai menerapkan administrasi asuransi dengan melanggar asas dan prinsip Asuransi Syariah antara lain berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor : 21/DSN-MUI/III/2002 tentang Asuransi Syariah. Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah lalai dan nyata melanggar asas akad dalam pembiayaan musyarakah sesuai dengan maksud Pasal 21 huruf a,b,c,d, dan g jis Pasal 26 huruf a,b,c,d Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 02 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Pasal 2 dan 3. Pasal 25, 26, dan 35 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 dan menerapkan Taqabul bil Hukmi. Atas dasar itu Penggugat memohon untuk membebaskan dan melepaskan para Penggugat dari tanggungjawab untuk menanggung serta membayar seluruh hutang pembiayaan musyarakah Almarhum senilai Rp. 752.000.000,- (tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah) dan sekaligus menghukum para Tergugat untuk menanggung serta membayar seluruh hutang pembiayaan musyarakah Almarhum Fulan senilai Rp. 752.000.000,- (tujuhratus lima puluh dua juta rupiah) secara tanggung renteng dan memohon pengembalian agunan berupa sertifikat tanah yang ada pada Tergugat I.

Diskusi dalam perkara ini terkait dengan amar putusan tingkat kasasi yang membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding.

Dalam kasus keempat, Penggugat melawan Bank Syariah sebagai Tergugat I, KPKNL sebagai Tergugat II dan Fulanah (pemenang lelang), sebagai Tergugat III. Dalam perkara ini Penggugat dan Tergugat I mengikatkan diri dalam akad Murabahah pada tanggal 25 Juli 2013 senilai Rp 350.000.000; selama 3 tahun dengan cicilian perbulan Rp 12.907.229,41. Penggugat memberikan jaminan hak tanggungan sebidang tanah pekarangan luas 1.020 M2 di atasnya berdiri tiga unit bangunan ruko bersertifikat. Pada awalnya pembayaran angsuran lancar sampai dengan bulan Juli 2014. Setelah juli 2014 Penggugat tidak mampu lagi membayar karena usaha bangkrut. Pada tanggal 8 Juli 2015 penggugat mendapat pemberitahuan bahwa jaminan hak tanggungan akan dilelang tanpa memberitahu harga lelang. Lelang dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2015 dengan harga limit Rp 437.500.000; tanpa persetujuan Penggugat padahal harga pasaran lebih besar. Dalam lelang tersebut tanah dan rumah tersebut laku dengan harga Rp438.000.000 dan pemenangnya adalah Tergugat III.

Menurut Pengugat pelaksanaan lelang tersebut cacat hukum karenanya Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum, melanggar Pasal 214 HIR, sehingga batal demi hukum, Penggugat juga mengaku menderita kerugian moril dan minta ganti rugi Rp1.000.000.000; dan kerugian materil Rp900.000.000.

Banyak Tanggapan

Diskusi yang didasarkan pada kasus konkrit ini mendapatkan perhatian yang serius dari peserta, banyak yang mengajukan tanggapan dan pertanyaan. Mempelajari persoalan hukum dari kasus konkrit sangat cocok diterapkan bagi hakim-hakim yang setiap harinya menangani perkara-perkara yang kompleks. Hal ini dapat membuka wawasan dan sudut pandang dalam menyelesaikan suatu perkara dengan baik.

Diskusi berjalan dengan dinamis, tanpa terasa jam menunjukkan pukul 11.30, lebih 30 menit dari waktu yang sudah dialokasikan. Untuk melihat ulang jalannya diskusi ini, bisa dilihat di link youtube berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=EVchXb5p9-A. (ahb)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice