logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on . Dilihat: 8368

Bagaimana Pengadilan Menghadapi Pandemi Covid19? Diskusi Virtual Ditjen Badilag dan Family Court of Australia
New Picture

Jakarta | badilag.mahkamahagung.go.id

Ditjen Badilag bekerjasama dengan Family Court of Australia mengadakan diskusi terbatas melalui aplikasi Zoom, Kamis 16 Maret 2020. Diskusi ini mengambil tema tentang bagaimana pengadilan menghadapi krisis penularan virus corona yang terjadi di berbagai belahan dunia ini dan telah banyak memakan korban jiwa dan mengubah cara orang berinteraksi secara drastis.

Pengadilan tidak terlepas dari dampak yang ditimbulkan dari pandemi global ini. Sebagai institusi penegak hukum, dalam hal ini khususnya pengadilan keluarga, menghadapi dilema yang cukup rumit. Proses peradilan adalah kebutuhan masyarakat yang fundamental, putusan pengadilan akan menjamin suatu hak seseorang yang dilanggar atau diambil dalam kehidupan sehari-hari, tindak kekerasan atau pelecehan dapat dipulihkan dan dikembalikan melalui proses hukum. Dalam sengketa hukum keluarga, hal tersebut menjadi semakin rentan di tengah situasi yang tidak menentu ini. Kondisi pandemi Covid19 mengharuskan pembatasan yang sangat luas bagi orang untuk berinteraksi, pemenuhan standar penanganan dan pencegahan Covid19 yang telah ditetapkan pemerintah pada gilirannya juga berpengaruh pada proses berperkara yang mengharuskan pertemuan langsung di pengadilan.

Diskusi ini dipimpin langsung oleh Dirjen Badan Peradilan Agama, Dr. Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H., didampingi Sekretaris Ditjen Badilag, Drs. Arief Hidayat, S.H., M.M, Direktur Binganis, Dr. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag., Direktur Binadmin, Dr. Nur Djannah Syaf, S.H., M.H. dan seluruh pejabat esolon III Ditjen Badilag, dari Family Court of Australia Justice Judy Ryan, Kirsten Attard, Cate Sumner, Leisha Lister dan Suzane Piper.

Selain Ditjen Badilag dan Family Court of Australia, diskusi juga diikuti Ketua PTA Jakarta, Ketua PTA Pontianak, Ketua PTA Makasar, Ketua PA Jakarta Timur, Ketua PA Surabaya, Ketua PA Kab. Madiun dan Wakil Ketua PA Rangkasbitung dan Wahyu Widiana dari Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).

Diskusi yang berjalan selama dua jam ini merupakan ajang pertukaran informasi dan pengalaman dari dua pengadilan di negara yang berbeda tentang cara pengadilan menghadapi pandemi Covid19 ini.

Pentingnya Menegakkan Protokol Covid19

Dalam kesempatan pertama, Dirjen Badilag berbicara tentang kondisi penyebaran Covid19 ini di Indonesia dan bagaimana kebijakan Mahkamah Agung dalam menyikapinya. Kendala yang dihadapi adalah banyaknya perkara yang sedang ditangani, khususnya di pengadilan agama, sehingga perlu penangan dan pendekatan yang bertahap agar tidak terjadi kekacauan dan penumpukan perkara yang mengakibatkan tersumbatnya hak-hak hukum masyarakat, selain itu setiap daerah di Indonesia mempunyai karakteristik wilayah dan kepadatan masyarakat yang berbeda sehingga status penyebaran Covid19 mempunyai tingkatan yang beragam, sehingga dibutuhkan pendekatan yang harus disesuaikan dengan masing-masing daerah. “Mahkamah Agung berkomitmen penuh menegakkan standar penanganan dan pencegahan penyebaran Covid19 yang sudah ditetapkan pemerintah” ungkap Dirjen Badilag.

Dirjen Badilag kemudian menjelaskn kebijakan Mahkamah Agung RI melalui Surat Edaran Nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid – 19) di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya yang mengintruksikan agar pengadilan melakukan penyesuaian sistem kerja dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dimana hakim dan aparatur peradilan dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah/ tempat tinggalnya (work from home).

Lebih lanjut SEMA tersebut menjelaskan, bekerja di rumah merupakan kegiatan melaksanakan tugas kedinasan termasuk pelaksanaan administrasi persidangan yang memanfaatkan aplikasi e Court dan pelaksanaan persidangan dengan menggunakan aplikasi e Litigation, koordinasi, pertemuan, dan tugas kedinasan lainnya. Terhadap perkara-perkara yang dibatasi jangka waktu pemeriksaannya oleh ketentuan perundang-undangan, Hakim dapat menunda pemeriksaannya walaupun melampaui tenggang waktu pemeriksaan yang dibatasi oleh ketentuan perundang-undangan dengan perintah kepada Panitera Pengganti agar mencatat dalam Berita Acara Sidang adanyanya keadaan luar biasa berdasarkan surat edaran ini.

Dalam hal terdapat perkara-perkara yang tetap harus disidangkan, maka penundaan persidangan dan pembatasan pengunjung sidang merupakan kewenangan majelis hakim untuk menentukan, majelis dapat membatasi jumlah dan jarak aman antar pengunjung sidang (social distancing), dan dapat memerintahkan pendeteksian suhu badan serta melarang kontak fisik seperti bersalaman bagi pihak-pihak yang akan hadir ataupun dihadirkan di persidangan.

Pengadilan Harus Tetap Berjalan

Dalam kesempatan kedua Justice Judy Ryan, hakim senior di Family Court of Australi dan kordinator kerjasama luar negeri ini bercbicara tentang kondisi global terkait pandemi Covid19 dan bagaimana krisis ini berdampak sangat besar terhadap masyarakat rentan, dalam hal ini perempuan dan anak.

Judy Ryan menyampaikan beberapa hal, Pertama, pengadilan perlu tetap buka, khususnya untuk melindungi masyarakat rentan. Secara global, kaum perempuan, anak dan lansia akan terdampak kuat oleh COVID19, sehingga guguatan hukum akan tetap banyak. Penting bagi pengadilan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi hakim dan staf, pengadilan harus memberi teladan dan berkomunikasi antar sesama pengadilan baik di dalam maupun di luar negeri untuk berbagi pengalaman, selain itu penting juga dilakukan sekala prioritas penanganan perkara.

International Commission of Jurists (ICJ) menyatakan urgensi adanya aplikasi di pengadilan dalam upaya perlindungan bagi orang-orang dari kelompok yang menghadapi atau mungkin akan menghadapi peningkatan risiko kekerasan, pelecehan atau penelantaran. Dalam masa pandemi ini, kekerasan di dalam rumah tangga masih saja terjadi, dalam beberapa sumber menyatakan, di provinsi Hubei, Cina dimana kota Wuhan berada, kekerasan dalam rumah tangga meningkat tiga kali lipat, di singapura meningkat 33%, Perancis dan Siprus 30%, Argentina 25%. Krisis pandemi ini memperburuk tekanan dan permasalahan yang sudah ada dalam suatu keluarga, seperti hilangnya pekerjaan, kurangnya penghasilan, bertambahnya waktu bersama di tempat yang terbatas, dan memburuknya masalah mental dan kesehatan.

Kedua, Perlunya informasi tentang perkara dan proses pengadilan disediakan secara daring atau lewat telepon, memaksimalkan website pengadilan dan media sosial, mengurangi jam pendaftaran langsung, mengoptimalkan layanan Call Center, Mengarahkan semua pendaftaran perkara ke sistem e Court secara online, memaksimalkan layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

Kondisi ini memaksa kita untuk lebih akrab dengan perangkat IT dalam bekerja dan berkomunikasi, sedangkan kendalah yang dihadapi adalah kemampuan yang tidak sama antara aparat peradilan, khususnya hakim dan tenaga teknis lainnya dalam penguasaan IT, oleh karenanya diperlukan percepatan proyek penggunaan IT di pengadilan dan dibarengi dengan pelatihan onlien bagi hakim dan staf pengadilan. Penggunaan IT ini akan memberikan manfaat yang besar juga bagi masyarakat pengguna pengadilan untuk mendapatkan segala jenis informasi yang dibutuhkan terkait perkara di pengadilan.

Ketiga, penyebaran Covid19 yang sangat besar ini akan berdampak pada gelombang pendaftaran perkara di masa pasca pandemi yang juga harus diantisipasi oleh pengadilan. Bersamaan dengan banyaknya perkara yang masuk, permohonan pembebabasan biaya perkara juga akan meningkat. Kesiapan perangkat peradilan untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi persoalan ini sangat diperlukan, penambahan anggaran pembebasan biaya perkara juga harus diperjuangkan untuk dapat memberikan layanan yang optimal bagi masyarakat.

Keempat, praktek persidangan di pengadilan harus dimodifikasi sedemikian rupa agar diwaktu yang bersamaan memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan pemerintah dan memenuhi prinsif-prinsif dasar hukum acara persidangan. “Kita perlu untuk merumuskannya saat ini dan merencanakannya untuk masa-masa yang akan datang, kita juga perlu belajar dari negara-negara lain dan saling bertukar informasi dalam permasalahan ini, penggunaan TI akan menjadi sangat dominan dalam proses ini.” Demikian ungkap Judy Ryan mengakhiri pembicaraan.

Diskusi kemudian dilanjutkan ke sesi tanya jawab, dimana beberapa pengadilan memberikan pengalamannya dalam menghadapi pandemi ini sekaligus memberikan pertanyaan yang membuat diskusi berjalan semakin menarik. (ahb)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice