logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on . Dilihat: 3535

Uwais Al Qarni, Haji Badri dan Mahrus

Oleh: Abdul Manaf

Senin pagi, 19 September 2016 kemarin sekitar pukul 05.30 ketika membuka HP, saya mendapat kabar yang mengejutkan di WhatsApp.  Pesan dalam Bahasa Arab itu dikirim oleh kawan kita, Mahrus, Lc., M.H., hakim PA Tangerang yang diperbantukan di Badilag.  Ia mengabarkan bahwa ibunda tercintanya, Hj. Solecha binti Wasrah, meninggal dunia di Makkah ketika sedang menjalankan ibadah haji.

Saya dapat merasakan betapa berdukanya Mahrus dengan kabar ini. Ia pasti sangat shocked, meskipun mungkin ia sudah memperhitungkan prediksi ‘terburuk’ tentang apa yang akan terjadi pada ibundanya yang memang sudah menderita sakit sejak sebelum berangkat ke tanah suci.

Saya dapat merasakan duka itu karena saya tahu beberapa penggal kisah perjuangan alumni LIPIA Jakarta ini untuk membahagiakan orang tua semata wayangnya. Ayahanda Mahrus sudah wafat beberapa tahun lalu. Ada satu keinginan ibundanya yang sering kali diucapkan di hadapan Mahrus dan anak-anaknya yang lain. Ibundanya ingin sekali menuntaskan rukun Islam yang kelima, beribadah haji ke tanah suci.

Demi memenuhi keinginan ibundanya, beberapa tahun yang lalu, Mahrus sudah mendaftarkan haji atas nama ibunya. Tapi seperti yang diketahui, untuk dapat ke tanah suci sekarang harus antri. Ibunda Mahrus pun tak terkecuali, harus rela antri sampai dengan tahun 2020. Padahal usianya sudah semakin senja, tubuhnya makin renta dan sering sakit-sakitan. Tetapi semangat untuk berhaji tak sedikitpun berkurang, apalagi padam.

“Nak, kapan ibu berangkat haji?”, kalimat itu hampir selalu mampir ke telinga Mahrus jika ia mengunjungi ibunya di kampung halamannya, Indramayu. Mahrus pun berpikir keras. Ia bertekad jangan sampai ibunya menghadap Ilahi tapi belum kesampaian naik haji.

Beberapa networking yang ia punya kemudian dicoba. Sebagai alumni LIPIA yang berinduk ke Al Imam Muhammad Ibn Saud Islamic University di Riyadh, Mahrus tentu banyak channel untuk masalah-masalah dunia Arab. Sebagai informasi, Mahrus juga yang selama dua tahun ini mengusahakan hakim-hakim Peradilan Agama berangkat haji gratis atas undangan Raja Arab Saudi. Tahun kemarin dua hakim yang berangkat dan tahun ini juga dua hakim yang disetujui pihak kerajaan untuk berhaji. Sebagai pimpinan, saya bangga sekali dengan usaha Mahrus ini. Saya banyak terima kasih dan sangat mengapresiasi aksi nyatanya untuk Peradilan Agama.

***

Singkat cerita, akhirnya melalui jaringan LIPIA, ibunda Mahrus direkomendasikan untuk berangkat haji melalui rombongan tamu Kerajaan. Akan tetapi, kepastian keberangkatan tersebut belum bisa didefinitifkan karena tergantung kebijakan pihak kerajaan. Bisa berangkat atau tidaknya seringkali ditentukan pada saat-saat last minute. Tidak ada hitam di atas putih. Mendengar kabar direkomendasikan itu, ibunda Mahrus bahagia sekali. Pikirnya, sebentar lagi ia akan dapat mengunjungi baitullah di Masjidil Haram.

Di tengah keputusasaan menanti keberangkata ibunya, akhirnya benar saja kepastian itu didapatkan pada detik-detik terakhir. Ia mendapat telepon dari pihak Kedutaan Arab Saudi bahwa ibunya bisa berangkat. Sontak, Mahrus pun menangis bahagia. Bahagia karena harapan ibunya akan terwujud, bisa menjadi tamu Allah. Kabar itupun langsung disampaikan ke ibu dan saudara-saudaranya.

Sehari sebelum berangkat ke tanah suci, ibu dan saudara-saudaranya Mahrus menginap di kediaman Mahrus. Melihat kondisi kesehatan ibunya, Mahrus tidak tega jika harus membiarkan ibunya melakukan ibadah haji yang amat berat tanpa didampingi anak atau saudaranya. Kekhawatiran itu sebenarnya sudah lama ia rasakan. Ia pun berdiskusi dengan saudara-saudaranya agar ibunya membatalkan keberangkatan. Satu demi satu anaknya merayu ibunya agar tidak pergi haji sekarang mengingat kesehatannya yang tidak kondusif.

“Tidak. Ibu tetap mau berangkat haji,” kata ibunya dengan tegar dan tegas. Melihat keinginan kuat ibunya, Mahrus dan saudara-saudaranya tidak kuat hati untuk melarang. Akhirnya, Bismillah dengan menyerahkan seluruhnya kepada Allah SWT, ibunya pun berangkat haji. Mahrus dan keluarga agak tenang karena dari rombongan yang berangkat akan ada yang menjaga ibunya selama melakukan ibadah.

Tak pelak, keinginan kuat ibunda Mahrus harus berhadapan dengan kondisi fisik yang tidak mendukung. Sementara banyak rangkaian ibadah haji yang memerlukan kondisi fisik prima. Meskipun selama di sana ada beberapa saudara, kerabat dan teman yang telaten membantu sang ibu, takdir Allah berkata lain. Ibunda Mahrus menghembuskan nafas terakhir setelah beberapa hari dirawat di ICU dan ICCU rumah sakit di Mekkah.

Ketika saya bertemu Mahrus pagi Senin 19 September 2016 di kantor Badilag, saya lihat matanya masih sembab, raut muka kesedihan amat terlihat. Ia harus ‘kehilangan’ ibunya tanpa ia bisa lihat/temui untuk terakhir kalinya. Bahkan ia pun tidak bisa menguburkannya.

Ketika saya menguatkannya, Mahrus bilang: “Tidak apa-apa Pak, saya terima dengan ikhlas. Sudah takdir Allah. Semoga beliau wafat syahid. Semoga ibu ridha kepada saya dan saudara-saudara saya. Cukuplah ridha ibu buat saya,” katanya sambil terisak.

****

Mengikuti cerita Mahrus menghajikan ibunya, saya jadi teringat kisah Uwais Al Qarni, seorang tabi’in yang disebut Rasulullah sebagai penduduk langit dan dikabulkan doanya. Seperti diketahui bersama, Uwais Al Qarni berjalan kaki sambil menggendong ibunya dari Yaman ke Mekah agar ibunya dapat menunaikan ibadah haji.

Saya juga teringat kisah Haji Badri dari Indonesia yang pada musim haji tahun lalu diberitakan surat-surat kabar Arab Saudi bahwa ia selalu menggendong ibunya yang berusia 85 tahun selama melaksanakan ibadah haji.

Dalam satu riwayat yang saya baca, ibunya Uwais Al Qarni terharu dan menangis bercucuran air mata setelah melihat Baitullah. Keduanya kemudian berdoa di depan Ka’bah.

“Ya Allah, ampuni semua dosa ibuku,” pinta Uwais Al Qarni.

“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang ibu keheranan.

Uwais menjawab, “Dengan diampuninya dosa ibu, Allah akan masukkan ibu ke surga. Cukuplah ridha ibu yang akan membawaku ke surga.”

Semoga kita semua mendapatkan ridha dari orang tua kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang berbakti kepada kedua orang tua, amiiin. ©

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice