logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 4121

Hidup Bersama di Bukit yang Sama

*

Sebagaimana biasa, kalau sedang ada di ruang tunggu bandara, saya suka membuka internet, untuk melihat perkembangan situs-situs peradilan agama, mahkamahagung.go.id atau baca-baca komentar yang dipublish pada badilag.net. Malam itupun, (Rabu, 24/1/2012), saya sedang menunggu Merpati yang akan menuju Merauke pukul 21.30, di BNI-Lounge, Bandara Cengkareng. Saya masih punya banyak waktu untuk menikmati free internet yang disediakan BNI untuk para nasabahnya.

Memang, saya senang melihat-lihat internet, khususnya yang dimiliki oleh peradilan agama. Saya merasa bangga atas semangat kawan-kawan dalam mengelola situs yang menjadi kebanggaan mereka. Walaupun dengan keterbatasan dana, sarana dan tenaga, situs-situs di lingkungan peradilan agama sungguh sangat membanggakan.

Dengan segala keterbatasan tersebut, kawan-kawan di lingkungan peradilan agama se Indonesia nampak bersemangat dalam memberikan pelayanan informasi melalui dunia maya, sekaligus mempersiapkan menuju pengadilan yang agung di masa depan.

Saya memaklumi jika updating dari situs-situs itu masih ada yang tidak secepat updating badilag.net. Alasan para pengelolanya macam-macam. Ada yang karena keterbatasan SDM, karena sibuk dengan penanganan perkara, karena hosting yang tidak lancar, atau karena jaringannya yang sangat “lemot”, ditambah dengan listrik yang sering byar-pet. Saya memahaminya, terutama di daerah-daerah (ma’af) terpencil, seperti Merauke.

Bagi saya, melihat semangat kawan-kawan pengelola yang demikian tinggi dan perhatian para pimpinannya yang demikian besar, sudah cukup menyenangkan.

Menurut data terakhir, semua MSy dan PA se Indonesia telah mempunyai situsweb, kecuali 16 PA/MSy yang baru dua bulan diresmikan KMA. PA yang baru itupun, satu dua sudah ada yang mempunyai website sendiri. Saya juga merasakan betapa kawan-kawan se Indonesia telah dapat memanfaatkan kemajuan Teknologi Informasi untuk kepentingan komunikasi dan pelaksanaan tugas lainnya.


Lima tahun lalu, ketika pertama kali saya ke Australia, memimpin rombongan 22 peserta “short-course” tentang pemanfaatan TI di Family Court, saya tidak membayangkan bahwa perkembangan pemanfaatan TI di peradilan agama akan secepat seperti yang terjadi sekarang ini.

Saya masih ingat ketika itu, Kate Wood, Liaison Officer dari Family Court yang selalu mendampingi para peserta, mengatakan di akhir pelatihan bahwa suatu waktu seluruh Peradilan Agama akan dapat memanfaatkan teknologi informasi dengan baik. Rasanya kini ingin saya infokan padanya, bahwa apa yang dia katakan, kini sudah menjadi kenyataan dan bahkan sudah jauh berkembang dari yang diharapkan.

**

Ketika saya membaca komentar-komentar di Cengkareng itu, ada satu komentar yang menarik perhatian saya, dan saya ingin berbagi dengan kawan-kawan se Indonesia, terutama para pimpinan pengadilan agama di semua tingkatan.

Coba kita simak, potongan komentar dari Fahrurrozi Zawawi, atas tulisan saya, “Jadilah Pemalu, Tapi Tidak Bikin Malu”, yang ditayangkan pada tanggal 24 Januari 2012: “Terkadang saya melihat seolah-olah Pak Dirjen hidup di satu bukit dan pejabat-pejabat PA lainnya (tentu tidak semuanya) berada di bukit yang lain”.

Saya tidak tahu persis Sdr. Fahrurrozi Zawawi ini siapa dan dari mana, sebab ia tidak mencantumkan data lain kecuali nama. Hanya saya mempunyai dugaan kuat dari substansi komentarnya, ia adalah warga peradilan agama, seperti kebanyakan para pembaca badilag.net. Saya tidak tahu persis jabatannya apa dan dari mana.

Saya salut, Sdr. Fahrurrozi telah mengemukakan perasaannya secara terbuka, dengan cara kiasan dan menarik perhatian. Saya merasa, dia mengemukakan isi hatinya dengan jujur.

Apa yang dikemukakannya adalah hal yang sangat prinsipil dan perlu mendapat perhatian serius dari saya dan para pimpinan peradilan agama. Ini menyangkut “leadership” yang sangat vital dalam suatu organisasi.

Dari kiasan yang Sdr. Fahrurrozi tulis, saya mempunyai kesan bahwa antara saya dengan pejabat-pejabat PA, walau tidak semuanya, terdapat perbedaan.

Ada beberapa kemungkinan. Mungkin terdapat perbedaan persepsi, atau mungkin persepsinya sama tapi prakteknya berbeda, atau mungkin apa yang diprogramkan atau kebijakan saya di Badilag tidak difahami oleh para pejabat PA, atau mungkin saya tidak bisa menjelaskan tentang program dan kebijakan saya sehingga tidak sampai kepada para pejabat PA, atau mungkin pula saya yang tidak mampu memahami apa yang dikehendaki oleh para pejabat PA.

Saya tidak tahu yang mana persisnya yang dimaksud oleh Sdr. Fahrurrozi dengan kata-kata “seolah-olah Pak Dirjen hidup di satu bukit dan pejabat-pejabat PA lainnya (tentu tidak semuanya) berada di bukit yang lain”. Yang tahu persis adalah Sdr Fahrurrozi sendiri.

Namun, dari konteks dan juga dari masukan yang sering kali saya terima dari warga peradilan, saya yakin, “point”nya adalah bahwa masih ada perbedaan antara apa yang selama ini digaungkan oleh saya dan kawan-kawan di Badilag, dengan apa yang terjadi di PA-PA.

Keadaan seperti itu tidak boleh dibiarkan. Harus dicari penyebab dan solusinya. Visi kita sama, misi sama, wadah sama dan tujuanpun sama. Jadi, idealnya, tidak boleh ada perbedaan yang prinsipil dalam menjalankan roda peradilan agama ini. Tidak baik, satu pimpinan berada pada suatu “bukit”, sementara pimpinan lainnya ada pada “bukit” lain.

***

Yok, kita cari penyebab dan solusinya. Jika penyebabnya adalah perbedaan persepsi, maka tinggal kita satukan persepsi itu. Banyak cara untuk itu. Kita manfaatkan komunikasi dan soliditas kita yang sudah baik selama ini. Kita tingkatkan dialog dalam pertemuan-pertemuan yang sering kita lakukan, baik secara langsung maupun berjenjang.

Tidak kurang pentingnya, kita manfaatkan media yang sudah kita punyai, yang dapat kita lakukan dengan mudah dan murah. Asal kita mau. Media itu adalah website yang kita punyai.

Saya sering mengemukakan dimana-mana, bahwa website yang kita miliki mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Website yang ada pada PA/MS lebih difokuskan kepada pelayanan publik secara langsung, sementara website yang ada pada PTA/MSA difokuskan untuk pembinaan di wilayah masing-masing.

Sedangkan badilag.net lebih banyak dimanfaatkan untuk membangun komunikasi, solidasi dan pembinaan secara nasional. Penyamaan persepsi tentang tugas pokok, pelaksanaan reformasi dan pembaruan peradilan, lebih efektif dilakukan melalui badilag.net.

Oleh karena itu, pada badilag.net tidak hanya ditampilkan berita kegiatan saja, apalagi hanya foto dan keterangan foto saja. Namun lebih dari itu, berita yang ditayangkan tidak hanya sekedar berita. Di balik berita tersimpan pesan-pesan untuk dijadikan pegangan kita bersama dalam melaksanakan tugas. Bahkan pesan-pesan itulah sebenarnya yang ditonjolkan.

Di badilag.net, juga kita tampilkan pesan-pesan para pimpinan dan tokoh kita. Bahkan ruang suara pembacapun, yang notabene mayoritasnya adalah warga peradilan agama, kita sediakan. Di Badilag.net, juga kita siapkan ruang “komentar”, terhadap suatu berita, pojok, suara pembaca bahkan artikel dan lainnya. Ini semuanya dalam rangka menampung asupan dan aspirasi semua warga peradilan agama.

Saya sendiri yang selalu aktif memonitor jalannya badilag.net, tanpa membatasi kreativitas dan improvisasi kawan-kawan redaksi, minta agar komentar, suara pembaca atau tulisan-tulisan yang masuk badilag.net, tidak usah dilakukan sensor, kecuali bahasa dan substansinya tidak etis, seperti mengandung fitnah dan efek yang merusak kehormatan orang dan institusi.

Pendek kata, Badilag.net kita kembangkan untuk membangun kebersamaan, membangun citra dan membangun kinerja. Dengan itu diharapkan, kepercayaan masyarakat kepada kita meningkat dan kebanggaan kita kepada institusi tumbuh dan berkembang. Bukankah kita bangga jika institusi kita dipercaya dan dihormati masyarakat?

Itulah sebabnya, melihat demikian besarnya manfaat badilag.net, saya sangat apresiatif kepada warga peradilan agama yang tidak bosan-bosannya mengakses, membaca, memberi komentar atau mengirim tulisan kepada badilag.net.

Sebaliknya, saya seringkali prihatin, jika aparat peradilan agama kurang peduli terhadap badilag.net, tidak penah membaca atau mengaksesnya. Saya rasanya ingin menyatakan, semua aparat peradilan agama, terutama para pimpinannya, wajib membuka dan membaca badilag.net. Tapi, apakah keinginan saya itu etis, wajar, atau justeru egois dan kurang ajar?

Jadi, kembali kepada adanya perbedaan antara Dirjen dengan sebagian pimpinan PA, seperti dikemukakan Sdr. Fahrurrozi, jika masalahnya karena berbeda persepsi, maka dengan memanfaatkan Badilag.net, perbedaan itu cepat atau lambat akan hilang dengan sendirinya. Insya Allah.

Namun jika perbedaan itu bukan karena perbedaan persepsi, artinya persepsi sudah sama, namun pelaksanaan di lapangan berbeda, saya mengharapkan seluruh aparat dan warga peradilan agama untuk berani melakukan kontrol dan kritik, walaupun kepada pimpinan, termasuk pimpinan Badilag. Kritik dan kontrol yang fokus dan detil sangatlah diperlukan.

Sudah barang tentu, kontrol, kritik dan aduan ini perlu dilakukan secara santun dan arif. Saya dan kawan-kawan di Badilag sudah bertekad untuk memperhatikan kritik dan melakukan perbaikan, jika ditujukan kepada Badilag sendiri.

Namun jika kritik dan pengaduan itu ditujukan kepada Badilag mengenai suatu pimpinan PA/MS atau PTA/MSA, kami juga akan menindak lanjutinya secara arif. Percayalah, saya dan kawan-kawan di Badilag tidak akan membiarkan hal yang negatif itu berjalan terus. Hanya kadang-kadang ada kasus yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan ada kasus yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini diperlukan pengertian semua pihak.

****

Selama 2 hari 2 malam saya berada di Merauke, banyak pelajaran yang dapat saya petik dari sana. Saya sempat dipertemukan dengan Bupati, Wakil Bupati dan beberapa pejabat lainnya. Dari informasi mereka dan juga dari kawan-kawan PA, Merauke adalah wilayah di Papua yang paling damai, padahal penduduknya sangat beragam. Kabupaten yang berbatasan dengan 2 negara lain (Papua New Guinea dan Australia) ini, dikenal yang paling aman. Merauke juga merupakan lumbung padi di Papua, punya beberapa pesawat untuk transportasi lokal, dan kesejahteraan rakyatnya relatif paling baik.

Salah satu kuncinya adalah keberhasilan konsolidasi, kebersamaan dan persatuan, terutama di kalangan pimpinannya. Jika di tingkat nasional mempunyai semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, di Kabupaten Merauke punya semboyan “Izakod Bekai Izakod Kai” (Satu Hati Satu Tujuan). Semboyan ini digaungkan dan disosialisasikan sepanjang masa dan di manapun di wilayah Merauke ini. Di mana-mana, di wilayah kabupaten Merauke, kita akan melihat semboyan ini terpampang secara menyolok. Bukan main.

Kalau Merauke yang masyarakatnya sangat plural berhasil menyatukan hati dan langkah untuk menuju satu tujuan yang sama, mengapa masyarakat peradilan agama yang tidak plural masih harus “hidup pada bukit yang berbeda”?. Betapa nikmatnya hidup bersama pada “bukit yang sama” dengan damai, tenteram dan sejahtera.

Oleh karena itu, yuk kita tekadkan kembali menyatukan hati dan langkah untuk mencapai tujuan yang sama, dengan “hidup bersama pada bukit yang sama”, bukit peradilan agama, yang berada di tataran wilayah Mahkamah Agung yang kita cintai.

Terima kasih Mas Fahrurrozi Zawawi. Saya betul-betul ingin mendengar dan dialog dengan anda lebih dalam lagi, dan juga dengan “Fahrurrozi-Fahrurrozi” lainnya di manapun anda berada. Terima kasih. (WW).

 


Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice