logo web

on . Dilihat: 3481

Bisa Melayang di Langit Sydney,
Gara-gara Peradilan Agama

*


“Alhamdulillah, terima kasih Peradilan agama…!”.  Mestinya, kata-kata itulah yang harus  sering saya ucapkan di akhir masa bakti sebagai Pegawai Negeri Sipil ini. Mestinya, bukan hanya sekedar diucapkan, namun lebih jauh dari itu, saya harus lebih banyak mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada saya, dengan berbuat lebih banyak kebaikan dan taqarrub kepadaNya.

Mestinya pula, saya harus lebih banyak berbuat lagi untuk kemajuan Peradilan Agama yang sangat saya cintai ini. Betapa tidak, hampir selama masa pengabdian saya sebagai PNS, 33 tahun lebih, saya habiskan di lingkungan Peradilan Agama. Dan, selama itu pula Allah telah memberi berbagai kenikmatan dan kehormatan  kepada saya melalui Peradilan Agama pula.

Selain pernah mendapatkan tugas belajar ke luar negeri, menempati beberapa jabatan,  saya sering pula mendapatkan kesempatan untuk melakukan kunjungan ke beberapa negara, termasuk yang terakhir ini, ke Australia.

Kunjungan 6 hari, dari tanggal 27 November sampai 2 Desember 2011 ini  adalah undangan  dari the Lowy Institute Australia, penerbit buku “Courting Reform, Indonesia’s Islamic Courts and Justice for the Poor” yang ditulis Cate Sumner dan Prof. Tim Lindsey.

Saya diundang, mewakili Peradilan Agama, untuk mempresentasikan reformasi yang telah berlangsung di lingkungan Peradilan Agama belakangan ini, yang dianggap berhasil oleh mereka.

Berbagai pertemuan di Sydney, Melbourne dan Canberra sungguh sangat menyenangkan. Bagi saya, kunjungan ke luar negeri kali ini merupakan kunjungan yang paling berkesan, sebab di samping dapat memperkenalkan lebih jauh tentang Peradilan Agama kepada praktisi hukum dan akademisi di Australia, saya juga secara khusus diterima oleh Chief Justice High Court of Australia. Kalau di Indonesia, Ketua Mahkamah Agungnya.

Saya dengan the Chief Justice Honorable Robert French AC, dapat berdiskusi, tukar menukar informasi, selama sekitar 20 menit, dengan akrab dan penuh persahabatan. Cate Sumner dan Dr. Hasbi Hasan ikut mendampingi.

Setelah itu, saya, Dr Hasbi dan Cate berkesempatan untuk menghadiri langsung sidang terbuka the High Court, yang Hon. Robert French bertindak sebagai Ketua Majlisnya. Majlis hakimnya ketika itu ada 5 orang. Di sana, the High Court membuka sidang pemeriksaan terbuka layaknya sidang pengadilan tingkat pertama di Indonesia.

**

Sudah barang tentu, walaupun jadwal kegiatan demikian padat, saya selalu mencari kesempatan untuk dapat melihat-lihat keadaan. Di Sydney, saya sempat mengunjungi the Sydney Tower (309 meter) yang berlokasi di pusat kota  dan merupakan bangunan tertinggi di kota Sydney.

Dulu, waktu sekolah di Amerika, 20 tahunan yang lalu, jika selesai ujian semester, saya bersama 4 atau 5 teman, seringkali nyewa mobil dan nyetir bergantian, selama sekitar seminggu, menunjungi kota-kota besar. Hanya untuk menghilangkan stress akibat belajar selama semester, sekaligus mencari pengalaman.

Saat itu yang selalu menjadi tujuan adalah kampus universitas, lalu dipotret bareng di papan nama universitas tersebut. Rasanya bangga, waktu itu, bisa berkunjung ke universitas-universitas ternama di Amerika, dan ada buktinya: foto.

Selain itu, tower atau gedung-gedung pencakar langit tertinggi di dunia, juga menjadi tujuan utama. Di antara tower-tower yang pernah dikunjungi ketika itu adalah Sears Tower, Chicago (442 meter),  World Trade Center, New York (417 meter) yang dirubuhkan teroris 11 September 2001 dan CN Tower, Toronto, Canada (553 meter).

Setelah selesai sekolah sampai sekarang, saya belum sempat lagi menaiki tower, selain Kingdom Tower Riyadh (300 meter) pada bulan Oktober 2010 dan Sydney Tower ini.

Walaupun jauh di atas ketinggian Monas Jakarta (132 m), sebetulnya Sydney Tower yang tingginya hanya 309 meter  tidaklah terlalu tinggi dibandingkan tower-tower di negara lainnya. Lihat saja, Burj Khalifa Dubai 830 m, Sky Tree Tokyo 634 m, Mecca Royal Hotel Clock Tower 601 m,  Canton Tower Guangdong China 600 m, Berlin Tower 468 m, Petronas Tower Kuala Lumpur 452 m,   Shanghai Tower 368 m, dan lain-lainnya. Apalagi dibandingkan dengan Kingdom Tower yang sekarang sedang dibangun di Jeddah dan direncanakan selesai 2017 (1.000 m), tinggi Sydney Tower hanyalah kurang dari 1/3nya.

Namun demikian, bagi saya, Sydney Tower sangat berkesan dan berbeda dengan tower-tower lainnya, setidaknya dengan tower-tower yang pernah saya kunjungi. Di Sydney Tower, para pengunjung dapat keluar dari dalam bangunan, menuju alam terbuka, berdiri atau berjalan di atas lantai kaca transparan yang tebal, yang dapat digeser menjauhi bangunan beberapa meter, sehingga seolah-olah para pengunjung berjalan di ketinggian, lepas dari bangunan. Apalagi kalau pengunjung melakukan lompatan tinggi, layaknya sedang melayang di atas langit kota Sydney.

Tempat berjalan mengitari bangunan tower 360 derajat di ketinggian 268 meter itu disebut dengan “Skywalk at the Sydney Tower”.  Saya dan Dr. Hasbi pun, bersama beberapa pengunjung sempat menikmati “Skywalk” tersebut pada hari Ahad, 27 November 2011, sebelum ada kegiatan di Lowy Institute.

***

Melihat  kota  Sydney dari “Skywalk” dalam keadaan cuaca akhir musim semi yang sangat cerah, “subhanalloh”, betapa indahnya alam ciptaan Alloh. Langit yang bersih berwarna biru, udara yang segar bagaikan daerah Puncak Bogor, panorama alam yang terdiri dari kombinasi laut, tanjung, pulau, teluk, dan bangunan pencakar langit yang tinggi, menambah  rasa kagum dan ta’jub kita akan kekuasaan Alloh.

Dari “Skywalk”, kita dapat melihat panorama sejauh lebih dari 50 km. Di kejauhan arah barat, terlihat Blue Mountains yang terkenal dengan batuan yang berbentuk “three sisters”, yang mempunyai mitos tersendiri bagi suku Aborigin, penduduk asli Australia.

Masih ke arah barat dan utara di bagian Sydney, anda bisa melihat keindahan Darling Harbour, Jembatan Anzac, Pelabuan Port Jackson, Teluk Johnston dan teluk-teluk lainnya sekitar Sydney, Jembatan Sydney Harbour dan Opera House yang merupakan ikon pariwisata kota Sydney.

Ke arah lainnya, anda dapat menikmati megahnya hutan beton pencakar langit di pusat kota, yang diselingi dengan taman-taman hijau yang luas seperti Royal Botanical Gardens dan James Park yang berada di tengah kota.  Betapa indahnya panorama alam yang sudah disentuh tangan-tangan manusia ini.

Di samping itu, dengan melihat pemandangan kota dari Tower, anda akan merasa, betapa hebatnya para arsitek dalam menciptakan desain dan membangun gedung-gedung pencakar langit yang tinggi dan jembatan-jembatan yang  panjang dan kokoh. Betapa mengagumkannya para desainer kota dalam merancang dan menata kota.

Namun dari Tower itu pula, kita bisa bertafakur, betapa tak berdayanya manusia, ketika Alloh berkehendak untuk menghancurkan apa saja yang Dia kehendaki. Gedung yang tinggi dan kuat, jembatan yang panjang dan kokoh, kota yang luas dan megah, manusia yang maju dan banyak, dengan sekilas saja bisa hancur, musnah dan berantakan. Tuhan melalui tsunamiNya, gempaNya, banjirNya, angin ributNya dan segala kekuasaanNya takkan ada manusia yang mampu untuk menyetopnya, sehebat apapun dia. Masya Alloh.

****

Saya bersyukur dapat kembali menikmati Tower pencakar langit, yang sudah 20 tahunan hampir tidak pernah saya nikmati lagi. Saya juga bergembira dapat sedikit tafakur ketika melayang di atas langit Sydney menikmati alam sekitar.  Semua ini karena nikmat Alloh yang telah diberikan kepada saya melalui Peradilan Agama.

Betapa banyak nikmat Alloh yang telah kita nikmati sebagai insan Peradilan Agama. Gaji yang tidak pernah berhenti, tunjangan jabatan yang tak pernah terlambat, remunerasi yang tidak semua PNS menikmatinya, sarana prasarana yang kini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa lalu, semuanya ini pantas mendorong kita untuk lebih mensyukuri nikmat dan bekerja lebih baik.

Kalau secara positif kita melihat semua itu, maka akan timbul pertanyaan, apa yang telah kita berikan kepada institusi yang telah kita pilih sebagai jalan hidup kita. Apa pula yang telah kita perbuat agar institusi ini lebih baik sesuai dengan yang kita cita-citakan bersama.

Memang, kalau selalu melihat ke atas, atau selalu melihat kekurangan, mesti hati ini tidak akan pernah tenang dan puas. Remunerasi yang hanya 70%, biaya pindah yang sangat terlambat, sistem mutasi yang dianggap merugikan dan mendholimi, pembinaan yang tidak menyentuh semua aparat, promosi yang tak pernah kunjung datang, anggaran yang masih sangat seret, dan lain-lainnya, semuanya jika difikirkan dan dibanding-bandingkan akan menjadi kekecewaan dan beban fikiran.

Oleh karena itu, nampaknya kita perlu melakukan reinternalisasi apa yang menjadi sikap para founding fathers dari institusi kita, yang nota bene para alim ulama dan tuan guru. Sikap mereka yang ikhlash, qana’ah, ‘alim, pekerja keras, selalu bersyukur dan menolong orang, perlu kita implementasikan dalam sikap dan tindakan kita sehari-hari.

Dengan demikian, kita akan dapat bekerja dengan tenang dan senang untuk memberikan yang terbaik bagi pencari keadilan dan masyarakat luas. (WW).

Catatan: Judul ini terilhami oleh judul tulisan Sdr. Mulawarman, KPA Tarakan, dan judul tulisan Sdr Wachid Yunarto, KPA Masohi, pada “Suara Pembaca” Badilag.net

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice