KOMENTAR ATAS KOMENTAR
POJOK PAK DIRJEN: KE KANTOR NAIK KERETA API DAN OJEK, dan
POJOK PAK DIRJEN: MENU TERBARU BADILAG.NET
Yth Para Pembaca Badilag.net
Tidak disangka, menu terbaru POJOK PAK DIRJEN mendapat sambutan yang hangat dari para pembaca, yang pada umumnya kawan-kawan dari lingkungan peradilan agama.
Episod pertama, “Ke Kantor Naik Kereta Api Dan Ojek”, dan berita pengantarnya mendapat lebih dari 100 komentar, dari pembaca. Masya Allah. Terima kasih atas komentar dan masukannya.
Setelah membaca dengan seksama komentar-komentar itu, saya sendiri jadi berfikir, demikian hausnya para pembaca akan berita atau ceritera seperti itu. Demikian besarnya dambaan kawan-kawan akan desakralisasi jabatan, demokratisasi dan egaliterianism. Juga, demikian besarnya kecintaan kawan-kawan kepada saya. Terima kasih.
Namun di balik itu, saya jadi agak kecut, sebab banyak sekali pujian-pujian kepada saya, yang bisa-bisa menjadikan saya lupa daratan dan hilang keikhlasan.
Oleh karena itu, disini saya ingin menyatakan, bahwa dengan apa yang saya tulis, saya tidak memaksudkan untuk menonjolkan diri atau menganggap saya hebat. Saya, semata-mata, hanya ingin berceritera, barangkali ada manfaatnya dalam menghilangkan, sedikit-demi-sedikit, rasa feodalitas pada diri kita. Kesederajatan, kekeluargaan dan persaudaraan di atas segala-galanya. Jabatan, kedudukan dan kekayaan hanyalah amanah yang pada saatnya nanti akan sirna pula.
Saya yakin, banyak pejabat-pejabat, baik yang ada di Jakarta atau di daerah, yang melakukan kesederhanaan, atau bahkan keprihatinan, lebih dari yang saya lakukan.
Dengan tulisan itu, saya juga tidak memaksudkan “Dirjen saja pakai KA dan Ojek, maka apalagi para pejabat dan hakim di daerah, harus lebih rendah dari itu”. Sekali-kali, tidak punya niat seperti itu. Saya sangat senang ketika ada kenaikan kesejahteraan para hakim dan aparat peradilan lainnya. Sayapun ikut prihatin jika kesejahteraan para hakim dan aparat lainnya di bawah standar. Termasuk prihatin, belum juga ada implementasinya dari “tunjangan hakim sebagai pejabat negara”.
Benar, saya suka naik kereta api atau ojek ke kantor. Tapi itu hanya sekali-sekali saja. Sementara para hakim, pejabat dan aparat lainnya, terutama di daerah, setiap hari menggunakan moda transportasi yang kurang sesuai dengan maqomnya, karena memang negara tidak mampu menyediakan fasilitas atau kesejahteraan yang pantas. Kesejahteraan hakim dan aparat peradilan kita jauh di bawah apa yang diterima kolega-kolega kita di negara lain. Namun demikian, kita perlu bersyukur. Kita sudah jauh lebih baik dibandingkan keadaan masa lalu, atau dibandingkan pegawai lainnya di luar peradilan.
Mohon maaf, saya tidak dapat memberikan komentar kepada pemberi komentar satu persatu. Saya sependapat agar di badilag.net ini ada juga rubrik promosi & mutasi, dan rubrik semacam “suara pembaca” yang dapat menampung pengalaman-pengalaman dari para pembaca. Saya minta kepada redaksi badilag.net untuk segera mewujudkannya.
Terimakasih dan mohon maaf.
Sampai jumpa pada episode berikutnya.
Salam hangat,
Wahyu Widiana.