Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 1703

LOMPATAN (EEN SPRONG) HUKUM DALAM PUTUSAN

oleh: Hardinal

Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru

 

A. MUKADDIMAH

Di kala mata melalak menyelisik keadaan manusia menghadapi kehidupan sosial di era kekinian tidak jarang seseorang diterpa setumpuk problema, karena diliputi dengan persaingan mengejar kemajuan, memburu kedudukan berupa pangkat dan jabatan, harta dan finansial. Kadang-kadang orang berhasil mencapai apa yang diingininya, tapi sering kali pula mendapat kegagalan serta kandas dalam cita-cita dan persaingan itu. Sebagai kompensasi lantas melintasi jalur cepat dengan cara menabrak hak-hak orang lain, atau enggan menunaikan kewajiban sehingga muncullah permasalahan hukum. Pihak yang hak-haknya dilanggar, atau tidak mendapatkan hak-haknya dari suatu kewajiban, tentu saja menuntut atas pelanggaran hak privatnya, atau atas kewajiban yang tidak ditunaikan oleh pihak yang dibebani kewajiban. Penyelesaiannya, ujung solusi yang ditempuh adalah mengangkat persoalan yang tengah dihadapinya ke meja pengadilan menuntut suatu “keadilan”. Keadilan yang didambakan bukan hanya dirasakannya sendiri, hendaknya dapat dirasakan juga oleh masyarakat dalam konotasi bukan hanya keadilan hukum legalitas, tapi putusan hukum hasil lompatan hukum yang berkeadilan.[1]


                [1]Dalam memunculkan istilah “lompatan hukum”, penulis terinspirasi dari pemikiran Paul Scholten dalam sebuah bukunya “Algemeen deel dari Asser’s inleiding tot de beoefening van het Nederlansch burgerfik recht” dikutip Satjipto Rahardjo,  yang menyatakan bahwa dalam pembuatan putusan-putusan hukum selalu terjadi suatu lompatan (een sprong). Lihat:Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, Memahami Hukum Dari Konstruksi Sampai Implementasi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 4


Selengkapnya KLIK DISINI