TRANSAKSI TAWARRUQ:
Hukum dan Aplikasinya dalam Sistem Perbankan Syari’ah
Oleh: Muhammad Fadhly Ase, SHI.[1]
Pendahuluan
Seseorang yang akan melakukan kegiatan ekonomi, baik yang bersifat produksi maupun konsumsi, tentunya membutuhkan modal berupa uang. Jika tidak tersedia uang tunai, Islam memberikan jalan keluar dimana pihak yang kekurangan (defisit) dapat meminjam uang dengan prinsip qardh (pinjaman murni tanpa tambahan atau bunga) kepada pihak yang berkelebihan (surplus), tapi akan menjadi masalah ketika tidak seorangpun yang sudi ataupun rela memberikan pinjaman qardh.
Untuk menghindari praktek ribawi dalam mendapatkan uang tunai, sebagian orang melakukan transaksi tawarruq, namun sejumlah ulama masih memperdebatkan kehalalan transaksi model ini.
Sejumlah pihak berpandangan bahwa tawarruq sebagai sebuah kegiatan yang dibuat-buat sehingga unsur ribanya tidak tampak padahal esensinya adalah kegiatan ribawi. Di lain pihak, tawarruq dianggap hal yang diperkenankan dalam Islam sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan uang tunai.[2]
Ulama-ulama terdahulu seperti Imam Nawawi dan Hasan bin Ali al-Mawardi tidak membahas konsep tawarruq secara khusus dalam bab tertentu, namun prinsip ini masuk dalam kajian umum mereka tentang bai’u al-inah dan bai’u bistsaman muajjal.
selengkapnya KLIK DISINI
.