PERLUKAH SITA EKSEKUSI TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN
Oleh : Al Fitri, S.Ag., S.H., M.H.I[1]
Abstrak
Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, untuk selanjutnya cukup disebut UUHT, sesungguhnya bila dikaji dari sudut filosofis telah memberikan kemudahan kepada kreditor (bank) dalam upaya mengatasi kredit macet. UUHT mengatur jika debitor waprestasi (cidera janji), maka dengan sendirinya kreditor preferen diberi hak istimewa mengeksekusi atau menjual objek benda yang dijaminkan tanpa melalui pengadilan agama (untuk akad syariah).
Apabiladebitor wanprestasi sementara kreditor gagal melaksanakan penjualan dibawah tangan atau penjualan atas kekuasaannya sendiri, makakreditor dapat mengajukan permohonannya ke pengadilan dimana obyek hak tanggungan berada agar dilaksanakan eksekusi bedasarkan sertipikat hak tanggungan yang mempunyai titel eksekutorial.
Aan maningmerupakan teguran dari ketua pengadilan agama kepada tereksekusi, agar tereksekusi melaksanakan pemenuhan hak tanggungan secara sukarela dalam waktu maksimum 8 (delapan) hari. Setelah lewat tenggang waktu yang diberikan ternyata debitor tidak melaksanakan hak tanggungan, perlu atau tidak diletakkan sita eksekusi atas objek hak tanggungan.
Kata kunci: sita eksekusi hak tanggungan.
[1] Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama Blamabangan Umpu – Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Bandarlampung, dan Dosen Luar Biasa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Selengkapnya KLIK DISINI