HAK WARIS ANAK LUAR KAWIN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI ANAK
Oleh: Dr. H. Bahruddin Muhammad
ABSTRACT
Pada tahun 2012 yang lalu, lembar sejarah Hukum Perkawinan di Indonesia diwarnai oleh suasana ketegangan, atas putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, menyangkut hak waris anak luar perkawinan. Berdasarkan Putusan MK Nomor 46/PUUVIII/2010, bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya,” bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Mahkamah Konstitusi Pasal 43 ayat (1) UndangUndang Perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan putusan tersebut, maka kedudukan dan hak anak luar perkawinan termasuk hak anak biologis dalam hukum perkawinan dan hukum kewarisan memiliki kedudukan dan hak yang sama sebagaimana anak sah (hasil perkawinan yang sah).
Putusan MK tersebut menimbulkan pertentangan norma hukum dan konsep terutama dengan norma agama dan konsep hak waris yang berlaku di Indonesia. Menurut norma agama, anak luar perkawinan termasuk anak zina tidak berhak atas harta waris, sebab secara normatif anak tersebut tidak memiliki nasab yang diakui secara de jure. Sementara menurut MK, anak luar perkawinan termasuk anak zina mendapatkan hak waris karena dianggap memiliki nasab terhadap ayah biologisnya.
selegkapnya KLIK DISINI
.