DISKRESI PIMPINAN PENGADILAN MENGENAI PENGANGKATAN
PELAKSANA HARIAN KETUA PENGADILAN
Oleh : Lanka Asmar, S.HI.M.H
(Hakim PA Balige)
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat). Konsep negara hukum telah ada sejak zaman Yunani 2500 tahun yang lalu, yang dimunculkan pertama kali oleh Plato dengan karyanya Politea (the Republic), Politicos (the Stateman), dan Nomoi (the Law). Ide negara hukum pada bangsa Yunani muncul sebagai reaksi terhadap kesewenang-wenangan penguasa pada waktu itu, sehingga ide negara hukum ini dapat dipahami sebagai antithesis kesewenang-wenangan penguasa tersebut. Demikian pula konsep negara hukum yang berkembang pada abad ke 17 dan 18, lahir sebagai reaksi menentang kesewenang-wenangan raja yang berkuasa secara mutlak di Eropa pada zaman itu, yang dikembangkan oleh John Locke, Montesquieu dan Rosseau.[1]
John Locke mengeluarkan karya “Two Treaties of Civil Government” yang merupakan dasar pembenar Revolusi Inggris pada tahun 1688-1689. Ide gagasan John Locke adalah gagasan persamaan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, raja dan rakyat pada dasarnya memiliki kedudukan yang sama sebagai ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, raja tidak memiliki hak istimewa untuk memerintah rakyat. Sedangkan ajaran Montesquieu melahirkan doktrin pemisahan kekuasan yang lebih dikenal dengan asas “trias politica” (tiga cabang kekuasaan). Ajaran trias politica bertujuan menentang kekuasaan raja yang absolute dan apabila kekuasaan yudisial bersatu dengan kekuasaan legislative dan eksekutif kehidupan negara akan dihadapkan dengan pada pengawasan yang sewenang-wenang, karena hakim menjadi pembentuk Undang-undang, jika yudisial bersatu dengan eksekutif, hakim akan berprilaku jahat dan kejam. Oleh sebab itu mesti ada pemisahan kekuasaan negara.[2]
[1] Hotma P Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2010, Hal. 8-11
[2] Ibid, hal. 22-25
selengkapnya KLIK DISINI
.