CALO DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL DI PERADILAN AGAMA
Oleh : Bayu Endragupta
(Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Surabaya)
Pertama-tama izinkan saya mendoakan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan diberikan oleh Allah S.W.T. bagi kita semua. Tulisan ini merupakan hasil observasi penulis terdapat permasalahan yang dibahas. Tulisan ini tidak untuk mendeskreditkan seseorang ataupun lembaga apapun. Tulisan ini merupakan karya ilmiah yang diperuntukan sebagai bahan pertimbangan/kajian agar 10 (sepuluh) usaha-usaha perbaikan untuk mewujudkan peradilan yang agung dapat terlaksana dengan baik.[1]
Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif dan berkeadilan, tentu sudah kita laksanakan dengan melaksanakan kemandirian institusional (badan peradilan) dan kemandirian fungsional (hakim). Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang dialokasikan secara proporsional dalam APBN, dengan menyandang predikat yang diidam-idamkan “wajar tanpa pengecualian”. Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur juga telah kita miliki. Hal ini dibuktikan dengan kesinambungan koordinasi antara warga peradilan baik dari tingkat pertama sampai dengan Mahkamah Agung. Pengelolaan sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman dan kondusif bagi penyelenggaraan peradilan. Rumusan pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi dan jalannya peradilan sudah terlaksana sesuai harapan, dengan bertumpu pada pengawasan Pengadilan Tinggi yang dilegasikan oleh Mahkamah Agung sebagai pengawas daerah. Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, transparansi serta modern dengan berbasis TI (teknologi informasi) terpadu sudah dilaksanakan dengan baik dengan tersedianya banyak portal sistem informasi (SIADPA, SIADPTA, SIMKEP dan lain-lain) yang bertaraf/skala nasional.
[1] Mahkamah Agung Republik Indonesia, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, Jakarta, 2010, hlm. 20.
selengkapnya KLIK DISINI
.