BAITUL MAL KAJIAN HISTORIS DAN KONSEP IDEALNYA DI NEGARA NASIONAL
Oleh : Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H
(Wakil Ketua Pengadilan Agama Sidoarjo)
Pendahuluan
Menarik sekali ketika saya menyimak bahasan materi Baitul Maal wa At-Tamwil (BMT) yang disajikan oleh Dr. Hasbi Hasan, S.H. M.H. pada Pelatihan Sertifikasi Hakim Ekonomi Syari’ah yang dilaksanakan oleh BALITBANG DIKLAT KUMDIL Mahkamah Agung Republik Indonesia di Magamendung – Bogor tanggal 26 Agustus sampai dengan 6 September yang baru lalu.
Baitul Mal yang di Indonesia ditambah dengan kata “wa at-Tamwil” memang sempat marak seiring dengan upaya umat Islam Indonesia untuk berekonomi sesuai syariah, bahkan Baitul Mal Wa Tamwil sangat dikenal masyarakat di era tahun 1985an ketika Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) menggagas ekonomi kerakyatan.
Namun Baitul Mal yang dipahami masyarakat kini, substansinya mengalami pergeseran yang cukup jauh dari Baitul Mal sebagaimana yang dipraktekkan di awal pertumbuhan pemerintahan Islam, karena BMT kini dipahami oleh masyarakat sebagai lembaga ekonomi privat yang mengurusi bagian kecil dari sektor ekonomi dari ummat untuk ummat. Implementasinya berkisar pada menghimpun dan menyalurkan ZIS (zakat, infaq, shadaqah) dari muzakki dan para pegawai negeri, kemudian membudidayakannya dengan cara menyalurkan harta zakat kepada pedagang kecil dalam bentuk mudlorobah, murabahah, ijaraha dan lain sebagainya agar harta zakat tersebut bermanfaat maksimal bagi perekonomian ummat. Padahal Baitul Mal sesungguhnya bukanlah lembaga “privat” atau swasta, melainkan sebuah lembaga negara yang bertugas mengkelola segala pemasukan dan pengeluaran untuk kepentingan negara. Sehingga pada era nation state seperti sekarang ini Baitul Mal adalah Kas Negara yang sumber pendapatannya adalah pajak dan sumber-sumber devisa lainnya.
selengkapnya KLIK DISINI
.