SISI LAIN PUTUSAN VERSTEK
Oleh Erfani Aljan Abdullah1
-
Pendahuluan
Menutup tahun 2015 lalu, enam orang Hakim Pengadilan Agama Sekayu, mendapatkan kejutan, berupa gugatan perdata perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh seorang Penggugat melalui Kuasa Hukumnya di Pengadilan Negeri Sekayu. Hal ini menyusul dua kali gugatan waris yang diajukan di Pengadilan Agama Sekayu, diputus N.O., oleh majelis hakim. Masalah yang perlu dikemukakan dalam tulisan ini bukan pada aspek gugatan terhadap hakim, sebab SEMA Nomor 9 Tahun 1976 sudah secara jelas menegaskan bahwa hakim tidak dapat digugat secara perdata terkait proses mengadili perkara dalam kerangka penyelenggaraan peradilan dan kekuasaan kehakiman. Namun aspek menarik dari kasus ini adalah salah satu alasan dalam gugatan itu adalah adanya dugaan pelanggaran hukum acara perdata terkait bagaimana memutus perkara verstek.
Menurut Penggugat dalam hal ini kuasa hukumnya, sikap hakim Pengadilan Agama Sekayu yang memutus perkara dengan putusan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) padahal baru masuk pada agenda pembacaan gugatan, dan di saat yang sama Tergugat tidak pernah hadir, tidak sejalan dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku sebagaimana dalam HIR dan RBg. Lebih lanjut, Penggugat mendalilkan bahwa seharusnya dalam keadaan dimana Tergugat tidak pernah hadir, putusan yang dijatuhkan adalah putusan verstek, yaitu mengabulkan gugatan Penggugat jika beralasan secara hukum, atau menolak jika tidak beralasan hukum. Dengan demikian, seharusnya diperlukan agenda pemeriksaan materiil gugatan untuk membuktikan alasan dan dasar hukum dalam gugatan, baru kemudian setelah itu dijatuhkan putusan verstek.