PERINGATAN TAHUN BARU HIJRIAH SEBAGAI TRANSFORMASI KEBIJAKSANAAN SEJARAH BAGI KONTEKS KEKINIAN
Oleh : AL FITRI, S.Ag., S.H., M.H.I.[1]
(Wakil Ketua Pengadilan Agama Ruteng)
Arti Hijrah
Berbicara tentang Hijrah, Muharram, atau pun tahun baru Islam, tidak ada rasanya sesuatu yang baru dan spetakuler. Sekilas memang pandangan kita seakan-akan hanya merasa sudah terlalu pandai dalam mengenali bulan Islam yang satu ini. Sejarah telah mencatat, manusia pertama yang berhasil mengkristalisir Hijrah Nabi Muhammad Saw sebagai event terpenting dan utama dalam penaggalan Islam adalah Umar bin Al Khattab ra, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah setelah pengganti Abu Bakar Ash Shidiq. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke17 sejak Hijrahnya Rasulullah Saw dari Kota Makkah ke Kota Madinah. Namun demikian, Umar bin Al Khattab ra sendiri tidak ingin memaksakan pendapatnya kepada para sahabat nabi. Sebagaimana biasanya, beliau selalu memusyawarahkan setiap problematika umat kepada para sahabatnya. Karenanya, beberapa opsi pun bermunculan.
Dari sekian opsi ada yang menginginkan, tapak tilas sistem penanggalan Islam berpijak pada tahun kelahiran Rasulullah. Ada juga yang mengusulkan, awal diresmikannya (dibangkitkannya) Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul yang merupakan timing waktu paling tepat dalam standar kalenderisasi. Bahkan, ada pula yang melontarkan ide akan tahun wafatnya Rasulullah Saw, sebagai batas awal perhitungan tarikh dalam Islam.
[1] Disampaikan dalam acara Peringatan 1 Muharram 1440 H, oleh PHBI Masjid Agung Baiturrahman Ruteng, Kabupaten Manggarai NTT.
Selengkapnya KLIK DISINI