PERGESERAN KEKUASAAN KEHAKIMAN PERADILAN AGAMA[1]
Oleh Zulkarnain[2]
Barda Nawawi Areif mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman tidak hanya berarti ”kekuasaan mengadili” (kekuasaan menegakkan hukum di badan-badan peradilan), tetapi mencakup kekuasaan menegakkan hukum dalam seluruh proses penegakan hukum.[3]
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal tersebut menegaskan tentang sifat, tujuan dan maksud kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Tentang sifat kekuasaan kehakiman, ditegaskan ada dua, yaitu: a. kekuasaan negara, dan b. kekuasaan yang merdeka. Adapun tujuan kekuasaan kehakiman adalah menyelenggarakan peradilan. Sedangkan maksud kekuasaan kehakiman adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
[1] Cuplikan dari Disertasi Zulkarnain “Pergeseran Kompetensi Peradilan Agama Dalam Hukum Positif Di Indonesia”, dipertahankan pada Sidang Terbuka pada UIN Sumatera Utara, Tahun 2016.
[2] Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Makassar.
[3]Rusli Muhammad, Kemandirian Pengadilan Indonesia (Yogyakarta: UII Press,2010), h.36-37.
Selengkapnya KLIK DISINI