PERANG KOMPETENSI
(Menyoal Carut-Marut Kewenangan Mengadili Perkara Waris Islam)
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Prolog
Anda masih sering menjumpai perkara waris Islam diselesaikan di Pengadilan Negeri? dalam bentuk apa perkara tersebut diajukan? perbuatan melawan hukumkah? Anda selama ini masih gamang dan bertanya-tanya: benarkah waris Islam—apapun bentuk perkaranya—merupakan kewenangan mutlak Pengadilan Agama? Atau, bisa jadi Pengadilan Negeri melalui “pasal sapu jagadnya” juga berwenang memeriksa perkara tersebut?
Anda juga penasaran, apa hakikat perbuatan melawan hukum itu? Benarkah perkara waris Islam dapat dikamuflasekan menjadi perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri? Apakah mungkin, hakim dapat memvonis seseorang sebagai pelawan hukum, sedangkan objek sengketa (tirkah) yang ia kuasai saja masih belum jelas kepemilikannya, karena memang belum dibagi menurut hukum yang berlaku (baca: Hukum Islam)?
Anda juga sangat ingin mengetahui, apakah putusan waris Islam oleh Pengadilan Negeri itu merupakan akta otentik yang berkekuatan hukum? Bukankah salah satu syarat akta otentik itu harus dibuat oleh pejabat yang berwenang? Berwenangkah Pengadilan Negeri memeriksa dan mengadili perkara tersebut? Lantas, jika ada perkara waris islam yang subjek, objek, dan pokok sengketa telah diputus Pengadilan Negeri, kemudian diajukan lagi ke Pengadilan Agama, apakah perkara tersebut nebis in idem? Atau tidak sama sekali?
[1] Calon Hakim Angkatan II Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu (PPC Terpadu) MA-RI. Satker: Pengadilan Agama Kab. Kediri
selengkapnya KLIK DISINI
.