“PEMILU DAN DAMPAK POLITIK UANG”
Oleh : Lanka Asmar, S.HI, M.H [1]
(Hakim Pengadilan Agama Balige)
A. PENDAHULUAN
Pada tanggal 9 April 2014 rakyat Indonesia telah selesai menyelenggarakan pemilihan Umum legislatif. Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Hasil pemilu tahun 2014 telah dapat dilihat dan diperkirakan oleh Lembaga Survei dalam Hitung Cepat (Quick Count). Quick Count adalah proses perhitungan cepat hasil pemilu dengan menggunakan metode sampling dan kemampuan teknologi komunikasi.[2] Namun hingga saat ini di beberapa tempat, masih ada dilakukan pemilu ulang dengan alasan diantaranya surat suara tertukar. Lembaga Survey Hitung Cepat haruslah independen dan tidak menguntungkan atau memihak salah satu partai politik. Berdasarkan Putusan MK Nomor 24/PUU-XII/2014 tanggal 3 April 2014 bahwa pasal 247 ayat 2, ayat 5 dan ayat 6 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang pengumuman hasil survey pada masa tenang, pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia Bagian Barat dan Pelanggaran terhadap pasal 247 ayat 2 ayat 4 dan ayat 5 menurut amar Mahkamah Konstitusi adalah bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
[1] Semenjak tahun 2010 s.d sekarang
[2] Lihat http://dendi.susianto.4t.com/custom4.html
Selengkapnya KLIK DISINI
.