KONFLIK DAN PERSETERUAN DI NEGERI BERJUTA OKNUM
Oleh : Unung Sulistio Hadi, SH.I
Cakim PA. Semarang
Perjalanan panjang bangsa indonesia penuh dengan teka-teki dan lika-liku kehidupan, sosok pahlawan dan para tokoh perubahanpun bermunculan mewarnai dinamika perjalanan bangsa ini, namun entah mengapa berabad-abad telah dilalui namun kondisi yang terjadi tidaklah lebih baik, kemiskinan masih terus saja meningkat dan tersebar di seluruh wilayah indonesia, ketidakadilan terus merajalela, kebobrokan yang semakin menjadi-jadi, kian hari negeri ini terus meluka dan dirundung duka, konflik yang berkepanjangan terus timbul dari berbagai alasan dan kepentingan, selalu ada aktor intelektual yang menjadi dalang utama dibalik merosotnya perilaku dan moralitas, bagaimana seorang individu mampu mempengaruhi dan mendoktrin pikiran orang lain guna mewujudkan suatu tujuan yang dianggap benar, akan sangat sensitif jika konflik dilatarbelakangi oleh persoalan suku, agama, ras dan antara golongan, selama ini konflik dipicu oleh beberapa kelompok yang saling unjuk gigi demi gengsi, harga diri, prestise,status sosial, dan kepentingan pribadi, bahkan semboyan “tidak ada kawan dan lawan yang abadi karena yang ada hanyalah kepentingan abadi” merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi telah mengakar dan mendarah daging dibenaknya, barangkali dagelan politik yang ditunjukkan oleh pejabat dan politisi hampir setiap hari tersiar menghisasi media, gairah partai politik yang merekrut caleg dari kalangan artis harus berupaya sedemikian rupa untuk meraup suara konstituen sebanyak-banyaknya demi kemenangan, namun setelah mendapatkan keinginannya agak sulit untuk merealisasikan janji-janji dan mengabadikan diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat karena tujuan utama sudah tercapai yaitu kemenangan, hal tersebut tidak hanya merupakan sebuah langkah kemunduran sebuah negara akan tetapi kebangkrutan demokrasi, mengapa demikian mengamati fenomena artis di tahun 2009 hampir tidak terlihat kader yang mendongkrak kualitas demokrasi dan parlemen justru menegaskan parpol gagal membangun institusi kaderisasi untuk kepemimpinan, itu artinya partai tidak punya kemampuan leadership yaitu dengan menggunakan cara praktis merekrut.
selengkapnya KLIK DISINI
artis guna mendompleng popularitas dan mengabaikan serta mengorbankan kualitas,
kredibilitas dan kapabilitas kepemimpinan.
.