KEWENANGAN BARU PERADILAN AGAMA DAN MAHKAMAH SYAR’IYAH
BERDASARKAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
(Refleksi Sewindu Usia KHES)
oleh : Ahmad Satiri S.Ag.,M.H
A. Pendahuluan
Dinamika kewenangan Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga yudikatif yang berada dibawah Mahkamah Agung telah mengalami perkembangan yang signifikan. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, peradilan agama telah bermetamorfosa sedemikian rupa hingga menjadi seperti yang ada sekarang ini. Kewenangan absolut Pengadilan Agama berdasarkan Undang Undang Nomor 7 tahun 1989 pasal 49 ayat (1) menyatakan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah”, yang kemudian diubah pada Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah”. Perubahan kewenangan Peradilan Agama merupakan tuntutan publik atas kepastian penyelesaian hukum sengketa ekonomi syari’ah dengan berlandaskan kepada pelaksanaan hukum Islam yang selama ini merupakan kompetensi absolut Peradilan Agama.
Selengkapnya KLIK DISINI