KEADILAN SETIMPAL YANG HILANG
Oleh: Erfani el Islamiy[1]
Tentu masih menyala ingatan kita, mengenang tragedi LP Cebongan beberapa waktu lalu. Penyerbuan yang berlanjut menjadi pembunuhan brutal itu, telah menyulut pro kontra di tengah masyarakat. Seperti dugaan semula, belasan orang terlatih pelaku penyerangan tidak lain adalah anggota Kopassus, pasukan elit TNI AD. Dendam atas perlakuan sadis yang dialami rekan mereka, menjadi penghalal para korban yang notabene preman itu, dihabisi secara sadis pula. Gayung bersambut, suara media sosial hampir merumpun mendukung tindakan para pelaku sebagai pelajaran bagi penjahat jalanan.
Meski diakui sebagai sebuah kesalahan, banyak pihak berapologi agar alasan di balik tragedi itu ikut dipertimbangkan. Situasi ini kemudian mengabarkan, bahwa pada derajat tertentu, cara-cara sepihak yang brutal akibat meningginya dendam (degree of violence) seperti ini menjadi tindakan yang dibenarkan atau setidaknya didukung secara luas. Negara hukum kemudian menuai aibnya. Apa yang disebut sebagai social distrust terhadap recthstaat, adalah fakta lain yang kemudian menambah keterdukungan aksi-aksi sepihak itu.
[1][1] Penulis Pemerhati Sosial-Keislaman, Calon Hakim pada PA Tangerang
selengkapnya KLIK DISINI