logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 1987

IJTIHAD SCIENTIFIC DALAM HUKUM ISLAM

(SEBUAH REFLEKSI METODOLOGIS PENEMUAN HUKUM ISLAM)

Oleh: H. Muhammad Muhibbuddin (H.M.M)

Hakim Pada Pengadilan Agama Karangasem Bali

A.  Pendahuluan

Sains merupakan karunia besar bagi kehidupan manusia dalam menghadapi segala tuntutan dan perkembangannya. Melalui sains, manusia berhubungan dengan realitas dalam memahami keberadaan diri dan lingkungannya. Sedangkan dengan agama manusia dapat memahami  hubungan keragaman realitas tersebut, untuk memperoleh derajat kepastian mutlak, yakni kesadaran kehadiran Tuhan. Agama dan sains sama-sama menjelajahi realitas. Namun terkadang realitas sains dan agama masih sering dipertentangkan. Untuk menyelesaikan ketegangan yang terjadi antara sains dan agama dapat ditinjau berbagai macam varian hubungan yang dapat terjadi antara sains dan agama.

 Ian G. Barbour mencoba memetakan hubungan sains dan agama dengan membuka kemungkinan interaksi di antara keduanya.[1] Melalui tipologi posisi perbincangan tentang hubungan sains dan agama, dia berusaha menunjukkan keberagaman posisi yang dapat diambil berkenaan dengan hubungan sains dan agama. Tipologi ini terdiri dari empat macam pandangan, yaitu: konflik[2], independensi, [3] dialog,[4] dan integrasi[5] yang tiap-tiap variannya berbeda satu sama lain.


[1] Lihat dalam Ian G. Barbour, Jurubicara Tuhan (Bandung: Mizan, 2002). Baca Ian G Barbour, Isu Dalam Sains Dan Agama, terj. Darmayanti dan Ridwan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006).

[2] Pandangan konflik ini mengemuka pada abad ke–19, dengan tokoh-tokohnya seperti: Richard Dawkins, Francis Crick, Steven Pinker, serta Stephen Hawking. Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya. Masing-masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang berseberangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing. Bagi materialisme ilmiah misalkan manusia adalah produk dari rangkaian kebetulan belaka tidak memerlukan Tuhan sebagai perancangnya. Baca Armahedi Mahzar, "Melawan Ideologi Materialisme Ilmiah: Menuju Dialog Sains dan Agama" dalam Keith Ward, Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu, terj. Larasmoyo (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 16

[3] Tidak semua saintis memilih sikap konflik dalam menghadapi sains dan agama. Ada sebagian yang menganut independensi, dengan memisahkan sains dan agama dalam dua wilayah yang berbeda. Masing-masing mengakui keabsahan eksisitensi atas yang lain antara sains dan agama. Baik agama maupun sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup berdampingan dengan damai. Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjau dengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing.

[4] Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sains dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan.

[5] Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan dialog dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman.


selengkapnya KLIK DISINI

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice