Gagasan Neo-Modernisme Ekonomi Islam di Indonesia
(Refleksi Pemikiran Umer Chapra versus Nurcholish Madjid)
Oleh: Ahmad Syahrus Sikti.1
A. Pendahuluan
Kontestasi dua pemikiran dari aliran yang berbeda yaitu saudara Umer Chapra yang berlatar belakang sebagai seorang ekonom dan saudara Nurcholish Madjid sebagai teolog menarik untuk disaksikan. Upaya menyaksikan kontestasi kedua pemikiran yang berbeda latar belakang disiplin keilmuan bukan untuk memprovokasi melainkan untuk menjadi penyeimbang dalam menarik benang merah titik persamaan maupun perbedaan dari pemikiran kedua tokoh tersebut yang diharapkan dapat memberikan proposisi baru terhadap perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Semangat ini berangkat dari sebuah mimpi yang mengatakan bahwa alangkah naifnya jika businessman muslim dinina bobokan oleh konsep ekonomi Islam yang sudah mapan tanpa memberikan sikap kritis dan sumbangsih pemikiran yang berarti bagi perkembangan ekonomi Islam untuk masa yang akan datang.
Sebagai poros tengah antara dua kontestasi pemikiran ini, tulisan ini membawa satu misi suci yaitu ekonomi Islam dalam era post-modernisme tidak lagi berkutat dengan vibrasi keimanan yang saleh tetapi sudah saatnya dielaborasi dengan sikap rasional dan terbuka. Hal ini bukan berarti memberikan stigma negatif terhadap religiusitas ekonomi Islam yang sudah survive tetapi walau bagaimanapun seperti yang kita saksikan ekonomi Islam saat ini masih mengidap penyakit tuna-rasio dan ultra-eksklusif terhadap praktik-praktik bisnis baik dalam skala makro maupun mikro. Dalam skala makro misalnya kita bisa mengamati perusahaan-perusahaan bisnis yang berbasis ekonomi Islam hanya menginvestasikan modalnya di perusahaan-perusahan yang go public dan memiliki rating yang tinggi dengan mengabaikan (unconcern) penanaman modal di usaha-usaha kelas menengah ke bawah. Tidak tahu alasannya mengapa, yang jelas sikap diskriminasi ini merupakan kecelakaan sejarah bagi perkembangan ekonomi Islam untuk masa yang akan datang.