logo web

Dipublikasikan oleh PA Sungai Penuh pada on . Dilihat: 1857

Filsafat Sistem Sebagai Basis Pengembangan Hukum Islam Kotemporer

Oleh: M. Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H.

(Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh [PTA Jambi])

Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.">Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Pada kesempatan ini, kita akan sedikit mendiskusikan secara singkat tentang seorang pemikir Muslim kontemporer. Atau lebih tepatnya seorang pembaharu hukum Islam. Jasser Auda namanya.

Dia punya dua gelar Ph.D. di bidang Filsafat Hukum Islam dan kajian Analisis Sistem tahun. Sebelumnya juga menempuh pendidikan master dengan fokus kajian Maqashid al-Syari’ah.

Bukunya yang fenomenal bertajuk Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A System ApproachDalam buku ini, dia mengerjakan dua hal. Yakni mengkaji perkembangan tradisi hukum Islam dari klasik hingga modern. Dari situ dia memetakan kelemahan-kelemahan praktik penerapan hukum Islam. Kemudian, yang kedua, dia mengajukan filsafat sistem sebagai basis hukum untuk pengembangan hukum Islam kontemporer.

Dari hasil eksaminasi yang dilakukan, Dia kemudian mengklasifikasikan pendekatan hukum Islam yang pernah berkembang menjadi tiga. Pertama Islamic TraditionalismDengan ciri pendekatan yang digunakan cenderung tekstual. Beberapa variannya adalah scholastic traditionalism, scholastic neotraditionalism, neo-literalism, dan ideology-oriented theories. 

Kedua, islamic modernismDengan cirinya adalah megekomodir unsur-unsur modern. Beberapa variannya adalah reformist reinterpretation, apologetic reinterpretation, dialogue-oriented reinterpretation atau science-oriented reinterpretation, interest-oriented theoriesdan ushul revision.

Ketiga, Post-modernismPendekatan yang digunakan cenderung deconstructionist ala Derrida. Beberapa variannya adalah post structuralism, historicism, critical legal studies, post-colonialism dan neo-rationalism.

Dalam bukunya itu, dia menulis bahwa, Current applications (or rather, misapplications) of Islamic Law are reductionist rather than holistic, literal rather than moral, one-dimensional rather than multidimensional, binary rather than multi-valued, deconstructionist rather than reconstructionist, and causal rather than teleological”. (Auda, 2007: xxvii)

Yang pada intinya dia tidak puas dengan perkembangan hukum Islam yang telah ada. Karena cenderung reduktif, literal, berdimensi tunggal, hitam-putih, dekonstruktif, dan kausalitas.

Cuplikan tersebut merupakan kegelisahan Auda. Setelah mentelaah perkembangan hukum Islam hingga dewasa ini. Dari situ, kemudian Auda mengajukan filsafat sistem sebagai basis dari pada filsafat hukum Islam.

Satu pertanyaan. Apa itu sistem? Sistem adalah bahwa segala sesuatu terdiri dari satu-kesatuan, berinteraksi, terbuka, hierarki, dan memiliki tujuan. Karena itu, teori-teori dasar yang digunakan Auda dalam pendekatan System adalah wholeness (utuh dalam melihat persoalan), openness (terbuka pada setiap kemungkinan perbaikan), interrelated-hierarchy (saling berkait), multidimensionality (melibatkan banyak dimensi) dan purposefulness (mengutamakan tujuan).

Cognitive science (watak kognitif pengetahuan)juga bagian penting dari filsafat sistem yang diajukan Auda. Keenam konsep ini yang diterapkan oleh Auda dalam merekonstruksi epistemologi hukum Islam.

Kita akan lihat lebih detail. Pertama, tentang cognitive nature (watak kognisi). Bahwa pemikiran Islam merupakan hasil persinggungan antara wahyu dan berbagai bentuk nalar yang diajukan oleh banyak pemikirTermasuk di dalamnya adalah para yuris, teolog, mistikus, filsuf, dan seterusnya.

Persinggungan antara wahyu dan nalar hukum yang dilakukan oleh para yuris menghasilkan diskursus yang disebut fikih. Artinya, fiqih sebagai produk hukum tidak final. Juga tidak seutuhnya benar. Karena itu pengkultusan atas fiqih menjadi problem tersendiri dalam tradisi hukum Islam. Dengan demikian, pemahaman atas kognitif nature membuka peluang untuk merekonstruksi berbagai produk fiqih. Yang telah dihasilkan.

Dengan demikian, prinsip kognitive nature juga bisa disebut desakralisasi fiqih. Atau desakralisasi hukum Islam. Ini penting untuk kemajuan hukum Islam. Dengan adanya pemahaman ini, kita mungkin untuk membangun ulang, mereproduksi, atau merekonstruksi fiqih yang progresif dengan mengajukan kognisi-kognisi baru.

Kedua, wholeness (utuh)Sangat penting menghadirkan perspektif yang utuh dalam pengembangan hukum Islam. Perspektif yang utuh tidak hanya mampu melihat lebih jernih tiap kausalitas. Tapi mampu mengungkap persoalan-persoalan yang bahkan tidak terkatakan. Artinya, perspektif yang utuh membuka cakrawala lebih luas.

Untuk menghadirkan perspektif yang utuh, tidak cukup hanya dengan menggunakan tafsir tematik. Tapi bagaimana memaksimalkan seluruh perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini.

Ketiga, openness (self-renewal)Keterbukaan sangat penting untuk perbaikan. Begitulah kira-kira. Dengan demikian, Auda menghendaki keterbukaan sebagai salah satu prinsip dalam pengembangan hukum Islam. Dengan asumsi sederhana. Bahwa sistem yang tertutup adalah sistem yang buruk.

Keempat, interrelated HierarchySaya menyebut itu dengan tingkatan yang berketerikatan. Bahwa aspek-aspek daruriyyat, hajiyyat maupun tahsiniyyatharus dinilai sama pentingnya. Memang, mereka bertingkat. Tapi mereka saling berkaitan sepenuhnya. Sebagai contoh, shalat dengan olah raga sama pentingnya.

Kelima, multi-dimensionalityBahwa hukum Islam tidaklah berdimensi tunggal. Tapi melibatkan banyak dimensi. Mulai dari sumber-sumber, asal-usul kebahasaan, metode berpikir, aliran-aliran, dimensi budaya dan juga sejarah. Dan banyak dimensi lainnya. Semua harus terhubung. Dan keenam, purposefulnessKelima fitur yang dijelaskan di depan harus bermuara pada satu tujuan. Bahwa sistem harus punya suatu tujuan.

Jelas, bahwa apa yang dilakukan Auda adalah upaya peletakan basis filsafat bagi pengembangan hukum Islam kontemporer. Yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dewasa ini, pembaharuan hukum Islam adalah kebutuhan mendesak dewasa ini. Karena itu, para pemikir, juga para praktisi hukum Islam, layaknya mempertimbangkan apa yang diajukan oleh Auda. Semoga ulasan singkat ini bermanfaat. []   

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice