DILEMATIS ANTARA PRINSIP INDEPENDENSI HAKIM DAN RASA KEADILAN
Oleh : La Suriadi (PTA. Ambon)
PENGANTAR
Hakim adalah figure sentral dalam proses peradilan, senantiasa dituntut untuk membangun kecerdasan intelektual, terutama kecerdasan emosional, kecerdasan moral dan spiritual. Jika kecerdasan intelektual, emosional dan moral spiritual terbangun dan terpelihara dengan cerdas pula, bukan hanya akan memberikan manfaat kepada diri sendiri, tetapi juga akan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam konteks penegakkan hukum.
Putusan hakim yang adil, akan menjadi puncak kearifan bagi penyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Karena putusan hakim yang diawali dengan kalimat “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA “ hakekatnya adalah kewajiban penegakkan hukum dan keadilan itu harus dipertanggung jawabkan oleh hakim secara utuh terlebih kepada Tuhan , Allah SWT .
Prilaku hakim yang sesuai dengan agama masing-masing, dan moral adalah realisasi ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang mendorong hakim untuk berprilaku simpatik dan penuh tanggung jawab.Seiring dengan keluhuran tugas dan luasnya kewenangan dalam menegakkan hukum dan keadilan sering muncul tantangan dan godaan bagi hakim. Untuk itu prilaku hakim merupakan konsekwensi yang melekat pada jabatan sebagai hakim yang berbeda dengan warga masyarakat biasa.
selengkapnya KLIK DISINI
.